Search This Blog

22.6.23

Perempuan Cantik Penjual Korek di Statiun Sudirman

Hari ini saya melihat pemandangan tak biasa, waktu melipir malan malam di sebuah warung nasi dekat statiun Sudirman. Seorang wanita cantik berjilbab meminta izin pada pemilik warung untuk masuk dan menawarkan korek api seharga 3,000 ribu rupiah saja, itupun untuk tiga buah korek jadi masing-masing seharga 1000 rupiah. Paras rupawan dengan penampilan rapi, mungkin berusia sekitar 20 tahunan. Dengan jeli saya bisa melihat telapak kaki perempuan ini, tak semulus wajahnya pun sandal yang dipakai solnya sudah terlihat miring karena tergerus pemakaian. Sepertinya perempuan ini sering sekali berjalan kaki, sampai terlihat hitam dan tak terurus seperti wajahnya. 


Dia menawarkan koreknya namun, saya dengan sopan menolak sebab saya tidak merokok. Beruntung tiga pengujung warung nasi lain yang semuanya lelaki, membeli korek perempuan cantik ini. Salah satu sempat bertanya, "bukannya saya pernah lihat kamu di Bandung yah?" lantas perempuan cantik penjual korek membalas, "iya sebulan sekali pindah, jualan di Bandung sama Jakarta biar nggak bosen."

Baca Juga : Kawin Mewah Minta Uang Buat Biaya Melahirkan Kemudian

I was like? Gila jualan korek harga satu seribu, udah getuh sebulan sekali pindah Jakarta-Bandung. Terus terang saya jadi malu dan kesal, malu sama diri sendiri yang suka ngeluh sama kerjaan dan kesal kalau ingat di rumah ada tiga ekor MOKONDO! Dua  diantaranya bahkan udah kawin punya anak istri tapi, males bekerja sampai semua harus disupport sama orang tua.

Baca Juga : Kenapa Pemalas Pengen Punya Anak Perempuan

Duh pengen saya seret ketiga sampah benalu MOKONDO ke warung nasi itu, buat lihat. "Tuh perempuan aja berani cari duit Jakarta-Bandung jualan korek yang harganya cuma seribu." Jadi lelaki cuma becus kawin, giliran cari nafkah kek sampah! Kerjanya cuma berkembangbiak dan molor aja.


 

26.3.22

Nonton Everybody Fine Kok Mirip Hidup Saya Yah?

Jadi saya habis nonton film berjudul Everybody Fine sebuah film lumayan lawas tahun 2009 dan sebuah remake dari film Italia tahun 1990 berjudul Stanno Tutti Bene. Sebenarnya gak ada yang special dari film ini bahkan, masuk ke dalam film dengan plot datar. Sepertinya gak ada essence yang bisa diambil dari versi aslli Italia. Lantas kenapa juga saya menuliskan reviewnya? 


Dari segi premis film ini cuma menceritakan seorang ayah yang kesepian karena, anaknya gak ada yang bisa pulang. Lantas dia berinisitif untuk pergi mengunjungi kempat anaknya. Ternyata keempat anaknya gak ada satupun yang hidup sempurna, semuanya berantakan. Ada yang sukses tapi bercerai, dua lagi pura-pura sukses dengan cara menipu si Ayah sementara yang satu mati karena over dosis. 

Pas nonton, langsung anjir ini sih mirip banget sama hidup saya. Bedanya Robert De Niro masih mau usaha dengan datangin semua anak-anaknya dan ngecek apakah mereka semua bahagia kalau Bokap, pasif dengan mindset pribuminya. Dalam Everybody Fine keempat anaknya kerja tapi, gak sesuai ekspetasi makanya mereka malu dan nipu si Ayah kalau di hidup saya, dari empat anak yang bekerja cuma saya sisanya, pemalas pengangguran yang usaha aja gak mau, cuma molor sama maen game. 

Usaha Robert De Niro buat datangin anak-anaknya pake kereta sama bus karena dia gak bisa naik pesawat, patut diacungin jempol karena dia berusaha sementara, Bokap adem ayem aja, gak berusaha apapun. 

Pada akhirnya Rober De Niro berdamai dengan dirinya dan semua anak-anaknya kalau semua yang terjadi sama anak-anaknya bukan salah dia dan semua anak-anaknya menentukan dan berusaha dalam hidup mereka sendiri. Nah, kalau kasus di hidup saya sih murni karena kesalahan Bokap, kok bisa? Awalnya saya juga kesal dan bingung dengan kelakukannya yang pasif, padahal punya anak tiga cowok pengangguran semua. Namun, pas Bokap meninggal barulah terungkap kenapa bisa begitu. Lumayan plot twist sih karena, terungkapnya pake ustadz getuh. Ternyata Bokap selama ini hamba dark magic, pengguna ilmu pengasihan dan dia melakukan sesuatu sama anak-anaknya. Jadi pantes aja tuh orang adem ayem, punya empat anak cowok yang kerja cuma, satu sisanya sampah pengangguran. 

Kalau ending Everybody Fine adalah penerimaan Robert De Niro terhadap dirinya dan semua hidup anak-anaknya ending Bokap sih kacrut, meninggal dengan sikon miskin di rumah sakit pake BPJS sendirian gak ada yang jenguk. 



   

6.7.21

Nikah Mewah Pinjam Uang Kemudian

Jadi beberapa hari lalu, saya dikontak via whatsapp oleh teman lama yang awalnya menanyakan kabar dan ngalor-ngidul kemana-mana. lalu obrolan standar kaum endon terjadilah, dia tanya udah kawin belum? Gue jawab aja, "belum." Terus teman lama ini ceramah panjang lebar, nyuruh buat cepetan married etc. Ujung-ujung teman lama ini, mau pinjam uang dan motor untuk usaha.

nikah mewah murah

I was like wha? Masalahnya beberapa tahun lalu perasaan nikahannya mehong dah! Kok sekarang mau pinjem uang dan motor? Kalau dulu nikahan sederhana mungkin saya gak bakal mikir panjang tapi, ini nikahannya pakai resepsi segala rupa. Mau membangun keluarga tapi, gak ada financial planning?

Terus terang saja sudah capek urusan sama manusia model begini, manusia lokal yang mindset dan prestisenya kewong. Dalam lingkungan saya pun begini, prestasinya nikah mewah setelahnya PMI (perumahan mertua indah) terus minta uang buat lahiran anak. Setelah bertahun-tahun apakah, uang budget nikahan mewah balik? Tentu tidak! Apakah rezeki pernikahan turun sendiri, simsalabim? Tentu tidak. Sudah ada banyak contoh di inner circle saya seperti ini bahkan, keluarga sendiri.  

Jadi, whatsapp teman lama saya ini, langsung saya anggurin saja. Mohon maaf, udah gak mau urusan sama tipikal manusia seperti ini. Saya sering lihat konten dari interpreneur luar yang bilang, kalau kamu mau sukses lihat kanan-kiri / berteman dengan siapa? Masalahnya kanan-kiri adalah tipikal manusia endon yang prestisenya kawin mewah kismin kemudian, makanya saya pun memutuskan hubungan dengan semua manusia tipikal seperti ini. Remove the toxic!  

Well, sebenarnya sudah lama sih manusia seperti ini saya remove dari sosial media dan saya gak berinteraksi dengan lingkungan sekitar karena, buat apa begaol sama manusia yang kawin mewah setelahnya PMI (perumahan mertua indah) terus, tanya sana-sini buat kerjaan, ujungnya bikin warung atau magabut. 

Kalau mau baca kaum endon yang prestisenya cuma nikah mewah silahkan: 

baca juga : Budget nikah mewah pulang ke rumah mertua kemudian

baca juga : Nikah mewah antara prestise dan kebodohan

baca juga : Akhir dari sebuah kotak mahar mewah

baca juga : Nikah mewah minta uang untuk lahiran kemudian

Rada kesel juga sih, kenapa selalu saja manusia-manusia seperti ini, selalu datang menghampiri. Saya sih sudah cukup sama manusia seperti ini, salah siapa punya mindset jongkok kemudian pusing tujuh keliling. Memang susah tinggal di lingkungan rendahan seperti ini, makanya saya amat memproteksi diri dari manusia-manusia seperti ini. Lebih baik dikatakan sombong dari pada, ikutan terjebak dalam pola pikir dan siklus hidup gak maju mereka. 

Ingat yah, you are who you hang out with dan always surrounding yourself with peoples with the same mission!

6.8.20

Bagaimana Manusia Pasif Menghancurkan Energi Kalian

Beberapa tahun lalu saya pernah menulis tentang manusia pasif, tipikal orang yang nggak mau ngapa-ngapain yang hidupnya cuma sekadar berkembang biak saja.  Dulu saya tulis manusia pasif di kantor yang ogah melakukan apapun, cuma datang kerja terus pulang.

Sekarang saya ketemu lagi sama tipikal manusia pasif ini, sialnya terlalu lamban saya untuk ngeh kalau orang ini manusia pasif karena awalnya cuma ngira kalau orang ini beda selera saja, sampai pada sebuah obrolan barulah saya ngeh “lah ini sih manusia pasif.”

Pantesan, orang ini kalau ada sesuatu yang nggak beres selalu diam saja. Pura-pura buta dan nggak tahu apapun yang penting bisa pulang dan kantor deket sama rumah, sudah itu saja. Dulu kalau diajak begaul pun sulit, pengennya santai terus pulang ke rumah.  Ogah untuk melakukan perubahan, sekalipun itu cuma speak up seperti bilang kalau system ini kurang bagus ataupun rekomen sesuatu.

Terus terang semenjak sadar kalau ada manusia seperti ini, saya sih sudah menjauhi dan bahkan sampai block kontaknya sebab, buat orang seperti saya tipikal manusia pasif cuma bikin kesal saja, bener-bener nggak bring up mood dan low energy. Mending nggak usah deket-deketlah, kebayang kalau punya ide bisnis atau travelling terus ngajak manusia pasif, yang ada mereka malah kasih energi negatif.

Dan jangan pernah jadiin manusia pasif tempat curhat yang ada, malah menjatuhkan secara halus. Mereka bakalan jadi toxic positivity. Misalkan ada system yang nggak beres terus saya bilang, “kenapa nggak diganti begini aja? Lebih simple dan efisien.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa? Itukan urusan mereka. Kita mah apa, mereka yang berkuasa kita ikutin aja.” Atau “Hari ini nonton ini terus nongkrong di sini yuk.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa sih? Ah…males bla..bla..bla.”

Dalam sepersekian detik manusia pasif bakal menghancurkan mood dan mengubah energi positif ke negatif.

Makanya saya lebih baik menghindari tipikal manusia seperti ini sebab, nggak bakal maju main sama manusia pasif. Mereka lebih suka monotonisme dari pada bergerak ke arah yang lebih baik. Salah satu manusia pasif yang saya kenal, selama bertahun-tahun tetap saja ada di situ. Padahal semua orang sudah resign karena nggak nyaman dengan system yang bobrok, sementara dia malah adem ayem saja aka betah.   

Coba kalian perhatian ada nggak manusia pasif di kantor bahan dalam inner circle kalian? Jangan sampai mood dan energy kamu drop karena bergaul dengan manusia pasif, berapa banyak ide dan kesempatan yang dijatuhkan oleh manusia pasif, makanya carilah teman dengan satu frekuensi energi yang sama. Lebih parah kalau kalian dapet pasangan manusia pasif, yassalam dah setiap hari energi kalian dimatikan dengan kata-kata, “buat apa sih?” atau “ah malas” dan “ah ribet, nggak usah dah!”

Saya nggak bilang kalau manusia pasif ini jelek karena, semua manusia pasti berbeda-beda, ada yang aktif ada yang lebih suka santai dan nggak mau ada perubahan dalam hidupnya. Tapi, kalau sering kali membawa energy negatif dan bad mood, buat apa juga? Makanya, saya lebih suka menghindari saja.

Baca Juga : Apa Itu Manusia Pasif

22.3.20

Kenapa Pemalas Ingin Anak Perempuan?

Sayup-sayup terdengar si Pemalas berbicara "punya anak lelaki mah males, ribet! Mending punya anak perempuan." Pemalas yang nggak pernah upgrade diri dan seumur hidup bekerja di lingkungan yang nggak bisa dipecat ini, membuktikan kalau mindsetnya sudah jongkok habis dengan menginginkan anak perempuan. Tunggu, saya bukan anti feminisme, ada alasan kenapa si Pemalas ini lebih menginginkan anak perempuan dari pada anak lelaki.

pribumi PNS pemalas

Kenapa Anak Perempuan
Anak perempuan lebih mudah diurus ketimbang anak lelaki. Si Pemalas ini, mikirnya kalau anak perempuan nanti tinggal dininkahkan saja, beda dengan anak lelaki yang harus didik supaya mandiri dan pintar cari duit. Anak perempuan nggak bawa beban, kalau menikah sudah dilepas ke suaminya. Berbeda dengan anak lelaki yang membawa masuk istri dan harus dinafkahi. 

Jadi, sampai sini sudah jelas bukan kenapa, si Pemalas ini lebih suka punya anak perempuan. Mindset kampungan dan jongkoknya cuma pengen rebahan dan santey kek di pantai emang sudah bobrok. Sampai punya anak saja, otaknya mikir kalau perempuan lebih mudah, tinggal dinikahkan saja.

Gagal Jadi Orang Tua
Si Pemalas ini memang sampah yang gagal jadi orang tua, bayangkan punya anak lelaki empat orang dan tiga diantaranya pengangguran. Memang dasar pemalas, bukannya bertindak keras, malah diam saja. Si Pemalas ini gagal total dalam mendidik anak lelakinya, menjadi pribadi bertanggung jawab dan bekerja keras.

Dengan kondisi tiga anak lelaki pengangguran, si Pemalas malah adem ayem saja. Setiap hari kerjanya cuma hilir mudik ke tetangga buat ngobrol nggak jelas. Nggak ada beban sedikit pun, kalau hampir semua anak lelakinya gagal. 

Parahnya, si Pemalas malah menyesal punya anak lelaki lalu, berkoar-koar mending punya anak perempuan karena, lebih mudah diurus dan nggak ada beban, tinggal dinikahkan saja kemudian lepas tangan. 

Entah apa yang ada di otak si Pemalas ini, bukannya memperbaiki keadaan malah berpura-pura nggak ada masalah sama, seperti pekerjaannya dahulu ketika zaman orba. Pura-pura nggak ada masalah, sampai akhirnya krisis moneter. Bahkan, saat krisis moneter pun si Pemalas ini santai saja karena, nggak mungkin dipecat. Saat semua orang pontang-panting menghadapi situasi ekonomi tak menentu, si Pemalas santai pulang sore setiap hari.

Bangsat memang, mahluk ini..................



30.1.20

Manusia Santai dan Nggak Pernah Upgrade Diri Part II

Manusia Santai dan Nggak Pernah Upgrade Diri Part II

Ini adalah tulisan kedua dari manusia yang nggak pernah upgrade diri karena kerja di tempat yang nggak bisa dipecat! Sebelumnya saya udah nulis kalau kamar yang saya tempati sekarang ini, adalah bekas manusia yang nggak pernah upgrade diri, buat apa juga upgrade diri? Skill selalu sama dan seumur hidup begitu saja, nggak bisa dipecat akhirnya berimbas pada pola pikir dan kehidupan sehari-hari. Contohnya kamar yang saya tempati ini, sebelumnya sumpah parah abis, seperti kandang babik!

Kamar mandi yang nggak pernah disikat, lobang penutup saluran air yang sudah rusak dan ditutupi rambut tapi nggak pernah diganti, tembok yang hampir setiap sudut dipaku lalu dalaman lemari yang Cuma ditutupi Koran dan karton. Apa susahnya sih, mikir modern dan maju? Tinggal cari di toko daring semua kebutuhan kamar tersedia dalam jumlah murah! Cari sikat WC, wallpaper untuk melapisi dalaman lemari lalu hanger handuk sampai pengganti paku yakni gantungan yang bisa ditempel pun ada.

Terus kenapa otak penghuni kamar ini sebelumnya dangkal banget? Sampai kamar ini hancur seperti gubuk, semuanya serba diakali asal-asalan dan ini pertama kalinya saya dapat kamar bekas orang yang nggak bisa dipecat dari tempat kerjanya. Sebelumnya saya selalu dapat kamar dari karyawan swasta dan nggak pernah seperti ini bahkan, kamar dengan harga sewa lebih rendah.
Harga sewa kamar yang mencapai jutaan, membuktikan kalau penghuni sebelumnya punya uang tapi otaknya dangkal! Dua tahun tinggal dan betah dengan keadaan seperti ini? Dalam otak dangkalnya yang penting bisa tidur dan boker saja, selebihnya terserah, sama halnya seperti kualitas kerja kaumnya yang memang terkenal asal dan yang penting beres juga asal bos senang. No wonder, negara ini nggak pernah maju.

Teman kamar sebelah pun memberi tahu, kalau penghuni sebelumnya suka nonton TV. I was like, benerkan perkiraan saya, hari gini masih ada orang seumuran yang nonton TV? Sekarang semua serba online! Kebutuhan informasi dan hiburan ada semua di smartphone buat apa nonton TV? Jangan heran kalau di kamar mandi, malah dipasang tali tambang yang melintang ketimbang pasang hanger, daleman lemari dilapisi Koran dan karton ketimbang wallpaper.

Begitulah kelakuan orang-orang dari kaum yang nggak bisa dipecat, maunya gampang dan mudah saja. Ogah upgrade diri atau mencari solusi tepat, pokoknya yang cincai dan santai.


24.1.20

Minta Bayar Biaya Melahirkan ke Orang Tua? Malu Donk!

Sebenarnya punya anak berapa pun juga itu adalah urusan pribadi, setiap orang punya keputusan sendiri. Ada mementingkan kualitas banyak juga yang lebih memikirkan kuantitas. Saya melihat sebuah fenomena unik di lingkungan saya, dimana punya anak tapi otak nggak dipake. Kok bisa? Seperti ini kasusnya, ada beberapa anggota keluarga yang bunting dan melahirkan. Terus yang bikin saya heran, mereka ini datang ke Papih untuk minta uang untuk biaya persalinan, terus salahnya dimana?



Tapi Nikah Mehong?

Pertama mahluk-mahluk primitif ini, dulunya kawin mehong dan biaya dari siapa? Bisa kawin mehong tapi nggak bisa mikir kalau nanti melahirkan harus keluar duit banyak, aneh bukan? Saya sudah kerap bilang dari pada gengsi dan pakai alasan nggak enak sama orang tua dan masih banyak hal, padahal memang pengen kawin mehong dan prestise saja. Dasar mindset dubur!


Bukan Anak Pertama
Saya masih bisa toleran kalau untuk anak pertama, anggap saja keluarga baru yang ekonominya belum stabil. Tapi, kalau sudah anak kedua dan ketiga bahkan seterusnya kerap minta uang untuk melahirkan ke Papih pastinya, rada-rada gimana getuh. Memang apa yang dipikirkan mahluk-mahluk primitif ini? Tentunya selain enak wikwik sampai jadi anak. Nggak malu tuh, semua anaknya minta biaya melahirkan ke orang tua? Lain padang lain belalang pula, memang lingkungan rendahan seperti itu. Bisanya wikwik begitu dihajar realitas, bukan usaha malah lari ke orang tua.  

Mikir Nggak Sih?
Dari anak pertama saja, pastinya sudah tahukan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk persalinan. Terus kenapa otaknya nggak jalan, pas mau bikin anak kedua dan seterusnya? Harusnya otaknya dipakai bukan cuma penisnya saja. Nanti biaya melahirkan dapat dari mana? Apa saya punya tabungan atau memanfaatkan BPJS serta asuransi lainnya.

Kenapa Saya Sewot?
Yang bunting siapa tapi yang sewot saya, terus ada juga yang bilang “kan itu bakal jadi ponakan.” Bitch! Kalau si Papih milyuner bisa hambur-hambur duit sih, ngapain juga sewot. Lah ini, pensiunan yang saban bulan ambil uang pensiun di Taspen, masih mau dibebanin sama biaya persalinan? Dan si Papih sudah bayar enam kali!! Empat cucu dari anak pertama dan  dua cucu dari anak terakhir. Mikir nggak sih itu duit bertahun-tahun kerja yang harusnya mungkin bisa dipakai untuk naik haji, malah dialokasikan buat lahiran cucu.  Hitung saja sendiri, kalau sekali lahiran keluar 5 juta berarti sudah 30 juta melayang cuma demi brojol cucu dari orang tua pemalas.

Kultur Sampah
Ada banyak hal yang bikin manusia-manusia sampah ini bisanya cuma wikwik tanpa usaha. Kalau yang saya lihat dari lingkungan adalah faktor kultur, tahu dong kalau kaum kodrun nggak boleh pakai KB, jadinya nggak bisa merencanakan keluarga dan mikirnya kalau duit si Papih itu rezeki si anak yang sudah dijamin sama yang di atas. Padahal Papih juga punya kepentingan lain yang belum terwujud seperti naik haji, tapi anaknya kejebak mindset dari kultur sampah. Sehingga duit pensiun terus saja tergerus habis untuk biaya kawinan dan melahirkan.

Sekarang tuh banyak banget milenial yag seperti ini, kawin mehong tapi setelahnya nggak tahu harus ngapain, nggak bisa modal dari nol harus selalu dibiayain sama orang tua. Sama halnya seperti manusia sampah di lingkungan saya, sudah nikahan mehong dari Mamih dan Papih, lahiran juga dari Mamih dan Papih bisanya cuma shared aja ke sosmed, foto-foto lucu anak.   

7.12.19

Manusia Santai dan Nggak Pernah Upgrade Diri

Manusia Santai dan Nggak Pernah Upgrade Diri

Jadi waktu saya pulang, menemukan sepetak tanah di balkon atas di tutupi sama marmer kenapa? Karena kelinci saya senang banget gali tanah di situ. Biasanya, saya suka beresin dan tutupi kembali bekas galian si Jappy. Namun, karena belakangan ini saya jarang pulang sepertinya nggak ada yang mau melakukan hal tersebut, alhasil sepetak tanah itu ditutupi oleh marmer lantai. Kelihatan aneh dan norak pake banget! Ada tanah ditutupi sama marmer lantai.

Memang apa susahnya membersihkan sepetak tanah dan menimbun kembali? Nggak pake tenaga berat kok, cukup sekop taman dan nggak perlu waktu lama pula. Bahkan, hal tersebut nggak pantas dibilang ribet. Tapi, apa mau dikata. Saya tinggal dengan manusia yang biasa santai dan bekerja pada tempat dimana tidak mengenal kata dipecat! Jadi biasa santai dan nggak perlu mikir berat apalagi, upgrade diri dan skill biar nggak dipecat sama perusahan. Datang ketak-ketik bentar terus ngerokok, ngalor-ngidul sama teman terus pulang.


Hasilnya adalah, sebuah pribadi pemalas yang nggak pernah mau mikir panjang, otaknya nggak pernah terasah untuk mencari solusi terbaik. Liat tanah sepetak berantakan saja, langsung ditutupi sama marmer. Nggak mau susah payah buat mikir, kenapa kelinci suka gali tanah? Apa lagi googling cara terbaik, langsung aja pake pikiran dangkal buat tutupin pake marmer.


Sebelas dua belas dengan kasus tanah sepetak di balkon, saya belum lama ini mensewa sebuah kamar dan bekas pegawai dari tempat nggak bisa dipecat menemukan lemari tua yang dalamnya di lapisi kertas dan karton. Mungkin maksudnya biar nggak kotor tapi, jadinya seperti gembel banget dan menambah kesan kumuh, dimana lemari dilapisi koran dan karton plus lakban hitam. Saya langsung bengong, seberapa pemalas sih tipikal orang yang bekerja di tempat dimana mereka nggak bisa dipecat? Maunya mencari solusi yang gampang dan mudah saja tapi nggak berguna.


Saya pun mencabut kertas dan karton tersebut lalu mencari lewat toko daring wallpaper dinding dan anda tahu apa? Harga wallpaper dinding tersebut cuma 10 ribu perak saja! Plus punya motif yang cantik dan bisa dicabut dan dibersihkan. Begitu lihat kamar mandinya saya pun bergidik sepertinya nggak pernah disikat atau dibersihkan lalu, ada pertanda tipikal manusia mindset jongkok yang nggak pernah upgrade yakni, sebuah tali tambang melintang. Saya yakin orang tersebut memakai tali untuk menggantung handuk atau yang lainnya. Padahal kalau otaknya mau dipakai, tinggal pencet apps toko daring dan cari handuk hanger. Handuk hanger harganya cuma 13 rebu saja, yang 50 rebu aja udah mewah banget.   

Setelah saya tanya pada kamar sebelah, orang yang sebelumnya menempati kamar ini sudah dua tahun tinggal. Tinggal selama itu nggak pernah kepikiran buat cari wallpaper dinding dan hanger handuk di toko daring? Parahnya selama itu betah dengan keadaan seperti itu? Apa mau dikata terbiasa ada di lingkungan santai dan nggak pernah upgrade diri jadinya begitu.




      

9.11.19

Dasar Pasangan ABG, Masa Refrensi Berkeluarga Dari Selebgram?


Saya sudah pernah menulis tentang pasangan abg ini pada saat dia over shared menikah tahun 2015 dan pada saat dapat realitas hidup nggak seberapa tapi, responnya berlebihan tahun 2016 setelah punya anak. Sekarang saya menulis bocah naik pelaminan karena rada shock setelah ngeh, kalau dia bersusah payah mengikuti gaya berkeluarga selebgram! Terakhir waktu zaman PATH memang bocah naik pelaminan ini, susah payah mengikuti Indah Kalalo, sampai-sampai semua postingan dikasih hashtag nama keluarga alias mengikuti postingan Indah Kalalo yang pakai hashtag #TheWeners nama keluarga sang suami. Bahkan, jalan-jalan jauh bawa anaknya yang masih baby pun dilakoni demi bisa terlihat seperti keluarga Indah Kalalo.  

Seiring dengan detox sosmed, dimana saya meremove semua orang-orang terdekat baik keluarga maupun teman kantor dari sosmed dan menggantinya hanya follow akun-akun  berfaedah yang sesuai dengan minat dan hobi, otomatis saya sudah nggak update lagi dengan bocah naik pelaminan ini. Sialnya, sekarang bocah ini mulai update di WA yang mana nggak mungkin skip karena whatsapp pasti dipakai setiap hari. Ternyata kelakuannya masih sama seperti dulu, bocah ini ngikutin style berkeluarga mamah muda selebgram.

Anjrit! Serem nggak sih, ketika lo membangun keluarga tapi referensinya dari selebgram, anak lo pake apa, terus liburan kemana sampai aktifitas pun ngikutin mamah muda dan keluarga selebgram. Mana mungkin saya nggak tahu karena kerja di media dan memang kudu pantengin beberapa akun influencer, jadi kalau si Bocah update, saya langsung  “lah, kok sama?” Untungnya keluarga si Bocah, lumayan berada termasuk suaminya, jadi hidupnya nggak terlalu halu. Kebayang dong, kalau bocah ini hidupnya susah dikit seperti, bangun pagi buat kejar kereta ke Jakarta dan beli rumah sendiri, udah pasti auto depresi saban hari lihat keluarga selebgram yang sempurna tapi, nggak bisa wujudin buat dirinya. Apa lagi kalau bocah ini missqueen, sudah pasti mental  BPJS bergejolak lalu berujung pada penyakit halu. Beneran saya nggak bisa membayangkan gimana pasangan abg ini, dalam membesarkan anak.  Walaupun, saya tahu hidupnya 100% subsidi Mami dan Papih duet dengan Mertua jadi, pasti ada baby sitter yang selalu siap sedia dan hanya diliburkan kalau anaknya dibawa ke kondangan (mungkin biar dikira ngurus sendiri)

neysa kompas TV

Saya sih cuma ketawa-ketiwi saja lihat bocah ini, sampai anaknya mau sekolah dasar aja, belum dewasa. Kok saya bisa bilang belum dewasa? Mana ada orang dewasa yang gampang banget terpengaruh sama selebgram? Apa lagi buat urusan keluarga dan anak? Terlebih elo susah payah bikin hidup keluarga lo sebelas dua belas sama selebgram! Parahnya, life style orang lain belum tentu cocok sama keluarga sendiri, apa yang dibutuhkan anak lo pasti beda jauh dari yang dibutuhkan sama orang lain, apa lagi selebgram. Makanya saya sampai heran, kalau bukan karena bocah banget buat apa membangun keluarga dengan referensi dari selebgram?


Baca juga kelakuan Bocah naik pelaminan ini :
Baca Juga : ABG dan Realitas Setelah Menikah
Baca Juga : Ketika ABG Menikah

19.9.19

Musyrik Demi Pernikahan Sempurna

Tahu dong prestasi kaum endonesiah terlebih perempuan endonesiah apa? Apa lagi kalau bukan pernikahan super wah dan sempurna, apapun ditempuh demi pernikahan impian dan saya punya cerita yang bakal menohok orang banyak, terlebih perempuan muslim. Ada salah satu teman, tipikal orang sini yang prestasi cuma kelar tiker buat kawinan yang bersangkutan, udah hype banget dah bikin status sana-sini bakal married. So fucking typical, semua tentang kawinan di post dari A sampai Z dari H – 100 sampai H -1.  Congornya udah koar-koar sana-sini, mau jadi Mrs somebody.

Foto hanya ilustrasi, ya keleuz saya pasang fotonya di sini.

Lalu sampailah pada hari pernikahan yang kebetulan tempatnya, outdoor semacam garden party tapi lebih besar, tahukan kalau tipikal orang macam ini nggak mungkin private wedding dan Cuma ngundang orang-orang terdekat. Semua orang sebisa mungkin diundang bahkan yang nggak kenal sekalipun datang dan salaman. Termasuk saya yang sebenarnya nggak merasa dekat dengan yang bersangkutan tapi, kena undangan. Sebenarnya saya paling malas datang ke kawinan semacam ini, lebih suka datang ke private wedding dimana cuma orang-orang dari inner circle yang diundang dan nggak ada panggung buat salaman dari pada kawinan kampring yang kita datang nggak kenal siapapun di sana dan mirip pasar malam malem saking ramenya.

Sepanjang acara saya melihat ada beberapa item yang terlihat out of place dan diletakan di pojok-pojok, buat apa ada gong sama semacam sajenan getuh. Kedua benda tersebut nggak masuk atau pas buat tema wedding yang outdoor atau semacam garden party. Usut punya usut, benda-benda tersebut berasal dari pawang hujan yang sengaja taruh di nikahan buat nangkal hujan. Jadi hujan itu dihold dulu sampai acara nikahan selesai, karena sewa tempat buat nikahan kan nggak lama palingan tiga jam sudah selesai.

Terus saya langsung bingung getuh, yang punya hajat dan rajin koar-koar soal pernikahan ini seorang hijabers loh. Kok, malah sewa pawang hujan bukan sholat yang bener dan minta sama Alloh SWT supaya pernikahan lancar. Memang ada di Islam buat nahan hujan pakai gong dan sajen? Bruh, saya bukan ahli agama tapi yakin bener nggak ada tuh nangkal hujan pakai gong dan sajen, apa lagi datang ke pawang hujan.  

Selang sebulan setelah pernikahan, saya konfrontir (yes I’m a bitch) yang bersangkutan dan jawabanya dia ngeles banget, katanya desakan keluargalah biar acara lancar. Lah, elokan bisa pindahin konsep nikahan ke indoor supaya enak sama keluarga dan nggak sewa pawang hujan. I was like, eat that bitch! Emang situ aja yang gelap mata dan otak dangkal demi prestise btw itu pawang hujan pakai sholat nggak? Jangan-jangan minta ke djin atau lebih parah sama syetan.  Yang punya hajat langsung diem getuh and I was like hemmm, pura-pura nggak tahu dan langsung playing victim, korban dari keadaan dan desakan.

Tadinya saya pikir, demi budaya prestise nikahan wah dan sempurna hanya otak dan logika saja yang ditanggalkan, ternyata agama juga loh. And you know what? Ini bukan pernikahan terakhir yang pakai pawang hujan dan semuanya acting seolah-olah sewa pawang hujan beda kaya kita datang ke dukun. Anehkan, ketika datang ke dukun langsung dilabeli musyrik tapi sewa pawang hujan buat kawinan justru nggak?    

Baca Juga : Akhir Dari Sebuah Kotak Mahar Mewah

28.10.18

Akhir Dari Sebuah Kotak Mahar Mewah

Malam-malam nggak sengaja nemu sebuah kotak berwarna emas di gudang dan langsung ingat kalau saya pernah membuat tulisan "nikah mewah terus pulang ke rumah orang tua" kotak berwarna emas yang saya temukan membusuk di gudang ini adalah milik, salah seorang yang sudah saya buatkan tulisannya di atas. Sejatinya kotak ini adalah wadah mahar berupa buntalan uang yang dibuat menyerupai wayang dan berfungsi sebagai mahar dan tentu saja mahar ini dibiayai oleh orang tua.


Selang dua tahun, kotak mahar berwarna emas ini membusuk di gudang, kehidupan abg pasutri setelah nikah dengan mahar mewah dari orang tua bagaimana? Setelah kembali membawa istri kemudian anak ke rumah orang tua, kehidupan mereka ya begitu saja. Sang istri membuka warung kecil-kecilan sementara suaminya entah bekerja apa? Tentunya ini kontras sekali dengan saat mereka menikah bisa di baca di "nikah mewah terus pulang ke rumah orang tua"

Saya cuma bisa geleng-geleng lihat kotak mahar yang membusuk di gudang, sebegitu prestisenya sampai berani menggelontorkan uang banyak. Sekarang kehidupan mereka jauh pasak dari pada tiang, untuk biaya melahirkan saja masih minta ke orang tua lalu bikin warung makan di depan rumah. Andai saja semua orang waras tentunya uang yang di pakai untuk mahar dan nikah mewah ini bisa dipakai untuk nyicil rumah, maupun modal usaha atau biaya melahirkan. 

Pingin sekali, saya sandingkan keadaan mereka berdua dengan kotak mahar ini. Memang gengsi kerap melahap kewarasan namun, mental pribumi pun nggak bisa dikesampingkan. Orangnya saja nggak ada malunya menumpang dan bikin warung makan di depan rumah, lebih malu kalau nikahan murah meriah dari pada hidup kismin dikemudian hari.


31.1.18

Hidup Dengan Orang Pasif

Hidup Dengan Orang Pasif

Sebelumnya saya sudah pernah menulis tentang orang pasif di tempat kerja, memang orang pasif merupakan tipikal orang-orang yang lumayan banyak di negara ini, jadi jangan heran kenapa negara ini susah maju. Sebelunya saya ingatkan kalau orang pasif berbeda dengan pemalas, manusia pasif giat bekerja namun, diam dan cenderung anti perubahan, inginnya hidup santai terus. Seperti contoh dahulu bekerja dengan mesin tik kemudian diganti dengan komputer, orang pasif pasti ribet dan marah karena harus berubah, keluar dari zona nyamannya. Jadi seperti itulah orang pasif, lalu bagaimana jika hidup dengan manusia pasif ? Apa lagi hidup satu atap dengan manusia yang nggak pernah mau melakukan apapun.

Orang pasif umumnya bakal hidup di satu tempat saja, dia nggak bakal pernah pergi atau mencoba hidup di tempat yang jauh dan baru. Mulai dari lahir sampai masuk kuburan di situ-situ saja. Hidup dengan orang pasif pun amat sangat menyebalkan, kalau anda pribadi yang aktif suka ke sana dan kesini maka hancur saja hidup anda, karena orang pasif lebih suka diam di rumah. Bayangkan kalau ikutan tim baseball dan les musik, maka harus latihan ke lapangan dan ke studio, artinya dalam seminggu harus pergi ke beberapa tempat. Orang pasif bakal marah karena hal tersebut ribet banget, pengennya kerja terus pulang! Ogah harus ke sana dan ke sini.

Belum lagi jika berhubungan dengan teknologi, orang pasif paling anti dengan kemajuan teknologi. Nggak mau belajar kalau ada handphone baru, padahal whatsapp adalah suatu keharusan dan jauh lebih murah tapi orang pasif mana mau belajar pake whatsapp, atau ketika rumah ingin sejuk, bukan pasang ac malah pasang kipas angin? Sekalipun anti perubahan merepotkan dan merusak dirinya manusia pasif bakal diam, misalkan dispenser yang harus diangkat galonnya, itukan bikin capek akan tetapi orang pasif mana mau berubah dengan mencari teknologi baru seperti dispenser dengan tempat galon di bawah, sehingga nggak perlu repot angkat galon lagi.


Bayangkan harus hidup seperti itu-itu saja, nggak mau repot sedikitpun ada perubahan pasti langsung ditolak. Jangan heran kalau sampai stress berat hidup dengan manusia yang nggak mau ngapa-ngapain dan pengen santai tanpa harus mikirin apapun, yang penting santai kek di pantai tanpa perubahan. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meninggalkan dan pergi jauh-jauh dari tipikal orang pasif ini, mereka hidup juga nggak berguna karena nggak bakal melakukan apapun, Cuma nunggu masuk kuburan saja.    

10.9.16

ABG dan Realitas Hidup Setelah Menikah

Sebelumnya saya sudah pernah menulis tentang seorang abg yang over shared karena akan menikah, apa boleh dibilang prestasi orang sinikan cuma begitu bukan dapet emas di olimpiade atau jadi astronot. Saking over sharednya, seingat saya dia bisa setiap hari membuat postingan H-3 menuju big day! Dan tentunya seperti generasi abg millennia Indonesia, semua hal mulai dari pesta pora nan gempita perkawinan sampai rumah dan mobil, sudah disubsidi oleh Mami dan Papi plus Mertua.

Setelah satu tahun atau setelah punya anak, ada sesuatu yang bikin saya bahagia banget. Abg yang dulu over joy gegara mau kawin ini baru saja dihajar realitas hidup pertama dari kesekian yang akan datang, dan respon dia ketika menghadapi realita hidup yang nggak seberapa ini sangat mengejutkan. Jadi yang bersangkutan memang baru saja melahirkan, dan mau nggak mau berbagai masalah tipikal orang tua di ibu kota datang. Sekalipun hidupnya sudah enak sekali dengan subsidi full dari mamih dan Papih, tetap saja ada banyak hal yang tidak bisa dibantu oleh Mamih dan Papih. Seperti halnya masalah pekerjaan, dengan punya anak mau nggak mau harus lebih sering berada di rumah dan jenis pekerjaan, mengharuskan selalu pulang malam, abg ini kebingungan dan akhirnya berpindah profesi demi waktu kerja yang lebih fleksibel.

Masalahnya simple dan biasanya dihadapi oleh orang banyak, tapi pada kenyataan respon si abg terhadap hal ini berlebihan. Bahkan sampai bikin blog buat menuliskan semua uneg-uneg dan kekhawatiran serta gundah karena keluar dari zona nyaman, ya keleusssss sampai segitunya. Palingan juga bentar lagi Mamih turun tangan  buat bantu ngurus, kalau nggak, bisa ditebak Mamih, bakal subsidi lagi buat sewa baby sitter. 


Generasi milenia Indonesia yang sulit dewasa ini memang penyakit, maunya bisa wah dan pamer sana-sini, tapi nggak punya kualitas hidup. Kena realitas hidup dikit aja langsung bingung, hadeuh apa lagi nggak disubsidi Mamih dan Papih bisa gantung diri di pohon toge karena tekanan hidup. Paling bingung adalah gimana caranya abg mengurus anak? Palingan juga anaknya bakal tumbuh jadi generasi lemah gemulai nan materialis, yang nggak bisa bertahan sendiri.  Dari sini kelihatan bahwa pernikahan nggak selamanya bikin kamu dewasa, justru yang bikin kamu dewasa adalah realitas hidup, realitas dimana kamu harus beli rumah sendiri, realitas harga susu, realitas ternyata membesarkan anak di zaman ini nggak mudah. Hal-hal seperti itu yang bikin dewasa.

9.7.16

Orang-Orang Pasif Dalam Hidup Saya

Entah saya saja atau memang banyak di lingkungan sekitar terdapat orang-orang pasif. Sebenarnya apa sih orang-orang pasif ini? Dan ngapain saya nulis orang-orang pasif ini? Sebenarnya orang-orang pasif ini adalah tipikal orang yang tidak mau melakukan apapun, jadi hidupnya begitu saja, dan tidak berani melakukan perubahan. Misalkan saya punya ide untuk jalan-jalan backpakeran, terus si Pasif pasti langsung nolak, karena bakalan ribet segala macam. contoh lain, orang pasif yang setiap hari naik kereta dan tergencet, sampai bertahun-tahun terus aja begitu, dia tidak melakukan apapun, misal merubah jalur dengan bus atau mengambil resiko kost, membeli rumah dekat tempat kerja. Orang pasif cuma menunggu nasib saja, mungkin nanti ada yang kasih rumah, mungkin nanti dapet tempat kerja deket rumah.

Dalam pekerjaan orang-orang pasif ini cenderung monoton, jadi cuma datang terus pulang saja. Orang pasif tidak akan berani dan mau melakukan perubahan, sudah saja mengikuti sistem sekalipun sistem itu bobrok cuma bisa nunggu perintah. Contoh lain adalah orang pasif yang butuh duit, cuma bisa nunggu THR atau bonus tahunan, nggak mau nambah rejeki dengan dagang online ataupun sidejob. Orang pasif juga cenderung lamban dan santai, karena mau bilang apa? Tidak ada yang mereka kejar dalam hidup ini, maunya cuma menunggu saja.



8.9.15

Nikah Antara Prestise, Budaya Dan Kebodohan.

Gua udah pernah nulis kalau nikah itu adalah prestise buat orang endonesah, suatu kebanggaan kaya menang piala oscar atau dapet satu juta dollar. Demi merayakan pernikahan apapun dilakukan, yang nggak punya jadi punya, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Pokoknya itu pelaminan harus berdiri dan semua orang harus tahu serta diundang.

Pernikahan impian kaum endoners, kalau perlu disiarin statiun tv sampai penonton pada muntah!

Biasanya endoners biaya nikahanya dari orang tua dan mertua. Malang betulnya jadi orang tua di Indonesia karena anak sudah besar masih juga dibebanin biaya untuk nikahan. Bahkan banyak orang tua yang dari jauh-jauh hari sudah mempersiapkan biaya penikahan anaknya. Sementara di luar negeri anak itu keluar rumah dari umur 18 tahun, cari kerjaan dan bertahan sendiri, selepas 18 tahun dianggap orang dewasa yang harus bertahan dengan kemampuannya sendiri. Kaga seperti di sini, mau kawin aja kudu minta sama orang tua...cepek dah. Bahkan kalau ada orang tua yang nggak kasih, bisa berabe, nggak jarang berujung perselisihan sebab si anak merasa nikahan itu adalah kewajiban orang tua. 

Kalau nggak bisa minta dari orang tua karena satu dan lain hal, bisa lebih ajaib lagi. Sebab gue punya puluhan kasus dimana teman-teman melakukan berbagai cara demi terkumpulnya receh untuk membiayai acara nggak berguna yang berlangsung hanya dalam hitungan jam. Ada yang sampai berani hutang ke bank, jual mobil orang tua, jual surat berharga, pinjam sana-sini. Padahal tahu sendiri biaya untuk sewa gedung dan lain-lain nggak mungkin cuma 5 atau 10 juta saja. Tapi demi gengsi kulturasi bahwa merayakan nikahan itu adalah prestise, ngutang pun jadi.

Masalahnya adalah setelah acara prestise kaum endoners ini, kalau mau pakai otak pasti bisa mikir setelah nikahan, harus mencari rumah dan mempersiapkan biaya lahiran. Nah loh! Hal ini yang sama sekali nggak pernah kepikiran sama orang-orang, nggak usah muna dah. Teman-teman gua banyak banget setelah nikahan yang gegap gempita, malah bingung cari duit DP rumah atau biaya melahirkan di Jakarta yang konon di rumah sakit biasa harga terendah, mampu mencapai 11 juta rupiah.  Ujung-ujungnya mana lagi? Selain minta mamih papih atau mertua. Kalau gua tanya teman-teman, "kenapa dulu nikahan megah tapi sekarang DP rumah sama biaya persalinan, lo malah kaga mampu?" Jawabannya macam anak sekolah dasar yang otaknya dangkal, beginilah urusan sama endoners.

Mau yang lebih lucu lagi? 

Seperti yang gua tulis diatas demi panggung pelaminan berdiri segala usaha ditempuh tapi untuk DP rumah, biaya persalinan justru malah nggak mampu ngumpulin duit? Aneh bukan? Padahal itu yang lebih penting dari pada berfoya-foya dalam sehari. 

Ada pengalaman pribadi ketika gua dan teman-teman berencana membuat sebuah usaha, kita sepakat untuk untuk deposit katakanlah 25 juta rupiah, uang itu harus kekumpul dalam waktu sebulan. Ini dia masalahnya, sebab teman-teman  banyak yang keberatan dengan angka tersebut dan nggak sanggup mencari uang sebesar itu dalam waktu sebulan, terus gua balikin dah. 

Lo pada cari duit buat nikahan seberapapun gede dan mepet waktunya bisa, tapi cari duit buat usaha kaga bisa?

Parahnya langsung bilang nggak mampu tanpa dicoba dulu, kalau disuruh ngumpulin 25 juta dalam sebulan demi nikahan, pasti semangat 45 dan langsung dijalanin tanpa mikir apapun. 

Sampai disini kelihatan banget mindset orang Indonesia tuh seperti apa? Jangan harap dah, bisa maju kalau pikiran anak muda begini semua. Setiap kali gua angkat masalah ini, orang-orang tuh udah kaya three mongkeys yang mata, telinga sama mulutnya ketutup. Jadi kalian seperti inikah? Cari duit buat nikahan kenceng tapi cari modal usaha memble!  

4.4.15

Pernikahan Itu Prestise Buat Orang Indonesia

Long weekend ini harus gue lewati dengan duka nestapa ketika salah satu tetangga fankui, bikin nikahan tepat di depan rumah gue yang notabennya jalanan umum. Sebenarnya dia bukan orang komplek tapi belakang komplek yang tinggal di gang, jadi tenda buat tamunya bikin di jalan besar depan rumah. Bisa ditebak apa yang terjadi, orang-orang komplek jadi harus muter dan gue amat sangat terganggu dengan keributan yang terjadi apa lagi, ini fankui pake sound system lengkap dengan lagu dangdut yang diputer ampe malem. Gimana nggak pengen jedotin pala ke tembok?


Kenapa juga sih orang-orang Indonesia suka maksa banget kalau bikin kawinan macam gini? Tahu diri dikitlah kalau memang mengganggu orang lain nggak perlu maksa! Cukup akad saja, kalau beginikan bakalan dikeselin semua orang!

Tahukan kalau untuk orang Indonesia, pernikahan itu prestise dan harus diirayakan! Apapun dan bagaimanapun kudu dirayakan sekalipun bikin repot dan mengganggu semua orang! Nggak bisa cuma akad nikah aja terus cuzz pulang. Kaga punya duit juga bakalan diusahain, kalau perlu bakalan utang sana-sini biar bisa bikin pesta. Seperti itulah orang Indon yang tujuan hidupnya memang hanya untuk berkembang biak dan pernikahan satu-satunya prestasi yang mereka punya.

Padahal setelah menikah, banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Misalkan beli rumah, biaya melahirkan dan anak nantinya. Hal-hal seperti ini nggak pernah masuk kepikiran orang Indon yang penting gengsi! Bisa bikin kawinan! Beginilah hidup di Indonesia yang banyak orang nggak mikir, hidup hanya berkelung gengsi semata.