Pages
Hari ini saya melihat pemandangan tak biasa, waktu melipir malan malam di sebuah warung nasi dekat statiun Sudirman. Seorang wanita cantik berjilbab meminta izin pada pemilik warung untuk masuk dan menawarkan korek api seharga 3,000 ribu rupiah saja, itupun untuk tiga buah korek jadi masing-masing seharga 1000 rupiah. Paras rupawan dengan penampilan rapi, mungkin berusia sekitar 20 tahunan. Dengan jeli saya bisa melihat telapak kaki perempuan ini, tak semulus wajahnya pun sandal yang dipakai solnya sudah terlihat miring karena tergerus pemakaian. Sepertinya perempuan ini sering sekali berjalan kaki, sampai terlihat hitam dan tak terurus seperti wajahnya.
Dia menawarkan koreknya namun, saya dengan sopan menolak sebab saya tidak merokok. Beruntung tiga pengujung warung nasi lain yang semuanya lelaki, membeli korek perempuan cantik ini. Salah satu sempat bertanya, "bukannya saya pernah lihat kamu di Bandung yah?" lantas perempuan cantik penjual korek membalas, "iya sebulan sekali pindah, jualan di Bandung sama Jakarta biar nggak bosen."
Baca Juga : Kawin Mewah Minta Uang Buat Biaya Melahirkan Kemudian
I was like? Gila jualan korek harga satu seribu, udah getuh sebulan sekali pindah Jakarta-Bandung. Terus terang saya jadi malu dan kesal, malu sama diri sendiri yang suka ngeluh sama kerjaan dan kesal kalau ingat di rumah ada tiga ekor MOKONDO! Dua diantaranya bahkan udah kawin punya anak istri tapi, males bekerja sampai semua harus disupport sama orang tua.
Baca Juga : Kenapa Pemalas Pengen Punya Anak Perempuan
Duh pengen saya seret ketiga sampah benalu MOKONDO ke warung nasi itu, buat lihat. "Tuh perempuan aja berani cari duit Jakarta-Bandung jualan korek yang harganya cuma seribu." Jadi lelaki cuma becus kawin, giliran cari nafkah kek sampah! Kerjanya cuma berkembangbiak dan molor aja.
Jadi saya habis nonton film berjudul Everybody Fine sebuah film lumayan lawas tahun 2009 dan sebuah remake dari film Italia tahun 1990 berjudul Stanno Tutti Bene. Sebenarnya gak ada yang special dari film ini bahkan, masuk ke dalam film dengan plot datar. Sepertinya gak ada essence yang bisa diambil dari versi aslli Italia. Lantas kenapa juga saya menuliskan reviewnya?
Dari segi premis film ini cuma menceritakan seorang ayah yang kesepian karena, anaknya gak ada yang bisa pulang. Lantas dia berinisitif untuk pergi mengunjungi kempat anaknya. Ternyata keempat anaknya gak ada satupun yang hidup sempurna, semuanya berantakan. Ada yang sukses tapi bercerai, dua lagi pura-pura sukses dengan cara menipu si Ayah sementara yang satu mati karena over dosis.
Pas nonton, langsung anjir ini sih mirip banget sama hidup saya. Bedanya Robert De Niro masih mau usaha dengan datangin semua anak-anaknya dan ngecek apakah mereka semua bahagia kalau Bokap, pasif dengan mindset pribuminya. Dalam Everybody Fine keempat anaknya kerja tapi, gak sesuai ekspetasi makanya mereka malu dan nipu si Ayah kalau di hidup saya, dari empat anak yang bekerja cuma saya sisanya, pemalas pengangguran yang usaha aja gak mau, cuma molor sama maen game.
Usaha Robert De Niro buat datangin anak-anaknya pake kereta sama bus karena dia gak bisa naik pesawat, patut diacungin jempol karena dia berusaha sementara, Bokap adem ayem aja, gak berusaha apapun.
Pada akhirnya Rober De Niro berdamai dengan dirinya dan semua anak-anaknya kalau semua yang terjadi sama anak-anaknya bukan salah dia dan semua anak-anaknya menentukan dan berusaha dalam hidup mereka sendiri. Nah, kalau kasus di hidup saya sih murni karena kesalahan Bokap, kok bisa? Awalnya saya juga kesal dan bingung dengan kelakukannya yang pasif, padahal punya anak tiga cowok pengangguran semua. Namun, pas Bokap meninggal barulah terungkap kenapa bisa begitu. Lumayan plot twist sih karena, terungkapnya pake ustadz getuh. Ternyata Bokap selama ini hamba dark magic, pengguna ilmu pengasihan dan dia melakukan sesuatu sama anak-anaknya. Jadi pantes aja tuh orang adem ayem, punya empat anak cowok yang kerja cuma, satu sisanya sampah pengangguran.
Kalau ending Everybody Fine adalah penerimaan Robert De Niro terhadap dirinya dan semua hidup anak-anaknya ending Bokap sih kacrut, meninggal dengan sikon miskin di rumah sakit pake BPJS sendirian gak ada yang jenguk.
Jadi beberapa hari lalu, saya dikontak via whatsapp oleh teman lama yang awalnya menanyakan kabar dan ngalor-ngidul kemana-mana. lalu obrolan standar kaum endon terjadilah, dia tanya udah kawin belum? Gue jawab aja, "belum." Terus teman lama ini ceramah panjang lebar, nyuruh buat cepetan married etc. Ujung-ujung teman lama ini, mau pinjam uang dan motor untuk usaha.
I was like wha? Masalahnya beberapa tahun lalu perasaan nikahannya mehong dah! Kok sekarang mau pinjem uang dan motor? Kalau dulu nikahan sederhana mungkin saya gak bakal mikir panjang tapi, ini nikahannya pakai resepsi segala rupa. Mau membangun keluarga tapi, gak ada financial planning?
Terus terang saja sudah capek urusan sama manusia model begini, manusia lokal yang mindset dan prestisenya kewong. Dalam lingkungan saya pun begini, prestasinya nikah mewah setelahnya PMI (perumahan mertua indah) terus minta uang buat lahiran anak. Setelah bertahun-tahun apakah, uang budget nikahan mewah balik? Tentu tidak! Apakah rezeki pernikahan turun sendiri, simsalabim? Tentu tidak. Sudah ada banyak contoh di inner circle saya seperti ini bahkan, keluarga sendiri.
Jadi, whatsapp teman lama saya ini, langsung saya anggurin saja. Mohon maaf, udah gak mau urusan sama tipikal manusia seperti ini. Saya sering lihat konten dari interpreneur luar yang bilang, kalau kamu mau sukses lihat kanan-kiri / berteman dengan siapa? Masalahnya kanan-kiri adalah tipikal manusia endon yang prestisenya kawin mewah kismin kemudian, makanya saya pun memutuskan hubungan dengan semua manusia tipikal seperti ini. Remove the toxic!
Well, sebenarnya sudah lama sih manusia seperti ini saya remove dari sosial media dan saya gak berinteraksi dengan lingkungan sekitar karena, buat apa begaol sama manusia yang kawin mewah setelahnya PMI (perumahan mertua indah) terus, tanya sana-sini buat kerjaan, ujungnya bikin warung atau magabut.
Kalau mau baca kaum endon yang prestisenya cuma nikah mewah silahkan:
baca juga : Budget nikah mewah pulang ke rumah mertua kemudian
baca juga : Nikah mewah antara prestise dan kebodohan
baca juga : Akhir dari sebuah kotak mahar mewah
baca juga : Nikah mewah minta uang untuk lahiran kemudian
Rada kesel juga sih, kenapa selalu saja manusia-manusia seperti ini, selalu datang menghampiri. Saya sih sudah cukup sama manusia seperti ini, salah siapa punya mindset jongkok kemudian pusing tujuh keliling. Memang susah tinggal di lingkungan rendahan seperti ini, makanya saya amat memproteksi diri dari manusia-manusia seperti ini. Lebih baik dikatakan sombong dari pada, ikutan terjebak dalam pola pikir dan siklus hidup gak maju mereka.
Ingat yah, you are who you hang out with dan always surrounding yourself with peoples with the same mission!
Beberapa tahun lalu saya pernah menulis tentang manusia pasif, tipikal orang yang nggak mau ngapa-ngapain yang hidupnya cuma sekadar berkembang biak saja. Dulu saya tulis manusia pasif di kantor yang ogah melakukan apapun, cuma datang kerja terus pulang.
Pantesan, orang ini kalau ada sesuatu yang nggak beres selalu diam saja. Pura-pura buta dan nggak tahu apapun yang penting bisa pulang dan kantor deket sama rumah, sudah itu saja. Dulu kalau diajak begaul pun sulit, pengennya santai terus pulang ke rumah. Ogah untuk melakukan perubahan, sekalipun itu cuma speak up seperti bilang kalau system ini kurang bagus ataupun rekomen sesuatu.
Terus terang semenjak sadar kalau ada manusia seperti ini, saya sih sudah menjauhi dan bahkan sampai block kontaknya sebab, buat orang seperti saya tipikal manusia pasif cuma bikin kesal saja, bener-bener nggak bring up mood dan low energy. Mending nggak usah deket-deketlah, kebayang kalau punya ide bisnis atau travelling terus ngajak manusia pasif, yang ada mereka malah kasih energi negatif.
Dan jangan pernah jadiin manusia pasif tempat curhat yang ada, malah menjatuhkan secara halus. Mereka bakalan jadi toxic positivity. Misalkan ada system yang nggak beres terus saya bilang, “kenapa nggak diganti begini aja? Lebih simple dan efisien.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa? Itukan urusan mereka. Kita mah apa, mereka yang berkuasa kita ikutin aja.” Atau “Hari ini nonton ini terus nongkrong di sini yuk.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa sih? Ah…males bla..bla..bla.”
Dalam sepersekian detik manusia pasif bakal menghancurkan mood dan mengubah energi positif ke negatif.
Makanya saya lebih baik menghindari tipikal manusia seperti ini sebab, nggak bakal maju main sama manusia pasif. Mereka lebih suka monotonisme dari pada bergerak ke arah yang lebih baik. Salah satu manusia pasif yang saya kenal, selama bertahun-tahun tetap saja ada di situ. Padahal semua orang sudah resign karena nggak nyaman dengan system yang bobrok, sementara dia malah adem ayem saja aka betah.
Saya nggak bilang kalau manusia
pasif ini jelek karena, semua manusia pasti berbeda-beda, ada yang aktif ada
yang lebih suka santai dan nggak mau ada perubahan dalam hidupnya. Tapi, kalau
sering kali membawa energy negatif dan bad mood, buat apa juga? Makanya, saya
lebih suka menghindari saja.
Baca juga kelakuan Bocah naik pelaminan ini :
Baca Juga : ABG dan Realitas Setelah Menikah
Baca Juga : Ketika ABG Menikah
Setelah satu tahun atau setelah punya anak, ada sesuatu yang bikin saya bahagia banget. Abg yang dulu over joy gegara mau kawin ini baru saja dihajar realitas hidup pertama dari kesekian yang akan datang, dan respon dia ketika menghadapi realita hidup yang nggak seberapa ini sangat mengejutkan. Jadi yang bersangkutan memang baru saja melahirkan, dan mau nggak mau berbagai masalah tipikal orang tua di ibu kota datang. Sekalipun hidupnya sudah enak sekali dengan subsidi full dari mamih dan Papih, tetap saja ada banyak hal yang tidak bisa dibantu oleh Mamih dan Papih. Seperti halnya masalah pekerjaan, dengan punya anak mau nggak mau harus lebih sering berada di rumah dan jenis pekerjaan, mengharuskan selalu pulang malam, abg ini kebingungan dan akhirnya berpindah profesi demi waktu kerja yang lebih fleksibel.
Masalahnya simple dan biasanya dihadapi oleh orang banyak, tapi pada kenyataan respon si abg terhadap hal ini berlebihan. Bahkan sampai bikin blog buat menuliskan semua uneg-uneg dan kekhawatiran serta gundah karena keluar dari zona nyaman, ya keleusssss sampai segitunya. Palingan juga bentar lagi Mamih turun tangan buat bantu ngurus, kalau nggak, bisa ditebak Mamih, bakal subsidi lagi buat sewa baby sitter.
Dalam pekerjaan orang-orang pasif ini cenderung monoton, jadi cuma datang terus pulang saja. Orang pasif tidak akan berani dan mau melakukan perubahan, sudah saja mengikuti sistem sekalipun sistem itu bobrok cuma bisa nunggu perintah. Contoh lain adalah orang pasif yang butuh duit, cuma bisa nunggu THR atau bonus tahunan, nggak mau nambah rejeki dengan dagang online ataupun sidejob. Orang pasif juga cenderung lamban dan santai, karena mau bilang apa? Tidak ada yang mereka kejar dalam hidup ini, maunya cuma menunggu saja.
Pernikahan impian kaum endoners, kalau perlu disiarin statiun tv sampai penonton pada muntah! |
Lo pada cari duit buat nikahan seberapapun gede dan mepet waktunya bisa, tapi cari duit buat usaha kaga bisa?
Parahnya langsung bilang nggak mampu tanpa dicoba dulu, kalau disuruh ngumpulin 25 juta dalam sebulan demi nikahan, pasti semangat 45 dan langsung dijalanin tanpa mikir apapun.