Pages
Hari gini siapa sih yang nggak
tahu wattpad, platform buat orang-orang yang gemar nulis dan mamerin karya
mereka. Platform ini memungkinkan sebuah cerita untuk bisa dibaca oleh ribuan bahkan
sampai jutaan orang. Makanya jangan heran kalau banyak banget penulis wannabe
yang masukin karyanya di wattpad, termasuk saya sekitar beberapa tahun lalu
mencoba platform ini namun, urung melanjutkan setelah membaca banyak sekali
cerita wattpad dari Indonesia. Bahkan sekarang saya jadi rada-rada anti dengan
semua novel dengan embel-embel ‘telah dibaca oleh jutaan orang di wattpad’ dan
punya prasangka negatif untuk para penulis wattpad. Kok bisa begitu? Ini tiga
alasan kenapa saja jadi rada-rada anti dengan novel dari penulis dari wattpad.
1. Kaum Bocil Yang Menulis Semau Gue.
Seperti platform teknologi
lainnya, wattpad didominasi oleh kaum millennial dan parahnya hampir 80% adalah
abg menengah ke bawah. Kaum millennial di luar SES A dan B ini awalnya
menggempur wattpad dengan beberapa
cerita fandom nggak jelas, yang mana aneh buat orang seumuran saya. Selang
beberapa tahun trend cerita fandom berubah, menjadi cerita romance yang ditulis
“semau gue” contohnya adalah Dear Nathan dan Perfect Husband. Artinya, banyak
banget cerita romance wattpad ini yang secara plotingan, logika, tehnik
penokohan sampai penulisan amburadul.
Terus kenapa cerita di wattpad
bisa dibaca sampai ribuan bahkan jutaan orang? Karena waitpad cuma modal kuota, nggak perlu beli dan tipikal pembaca di
wattpad nggak sama seperti mainstream buku novel (jauh beda). Maka dari itu,
jangan heran ketika Dear Nathan dan Perfect Husband yang sampai jutaan kali
dibaca dalam platform wattpad, langsung banjir cacian ketika direlease novel fisiknya.
Tadi saya bilang abg menengah ke
bawah 80% sementara sisanya, adalah orang dewasa dan jangan salah. Om-om gendut
bermuka mesum pun banyak yang menyamar di wattpad, melampiaskan fantasi mereka
dengan membuat cerita romance. Saya tahu ini karena pernah datang ke sebuah
event, dimana para penulis wattpad diundang dan rada shock, begitu lihat yang
nulis cerita ini adalah om-om berperut buncit. (Never eva thrust the internet
guys)
2.Banyak Tukang
Jiplak
Ini juga penyakit penulis
wattpad, mungkin buat banyak pembaca wattpad nggak sadar kalau banyak banget
cerita yang populer di wattpad adalah jiplakan. Bahkan ada yang sampai dinovelkan
loh tapi, saya nggak mau sebut judul. Mereka pikir karena yang baca umumnya abg
dan pakai akun anonim, nggak bakal ketauan. Ngejiplaknya juga parah banget, cuma
ganti nama sama setingan tempat dan gaya bahasa yang disesuaikan. Mostly yang
mereka jiplak ada novel-novel penulis luar dan novel teenlit yang nggak
booming, lebih parahnya lagi, ada juga yang plagiat sesama penulis wattpad! Pokoknya
kacau dah.
Kalau ditanya seberapa sering
saya menemukan cerita plagiat atau jiplakan, jawabnya sering banget dah! Itu
wattpad indo banyak banget yang cuma nyadur aja. Mereka pikir karena di internet nggak bakal
ditangkap, padahal plagiat itu sudah masuk ranah hukum loh dan mereka bisa
ditangkap pihak berwajib.
3.Penulis Wattpad
Nggak Pernah Belajar
Yep, banyak penulis wattpad yang
sukses dinovelkan mengulang kesalahan yang sama ketika kembali mengeluarkan
karya, masa sudah novel kedua bahkan sampai novel ketiga, masih juga tehnik
penulisannya hancur lebur? Saya sih masih mencoba untuk berpikir positif, kalau
mereka ini nggak dilatih dengan baik oleh publisher mereka. Sekadar hanya
dimanfaatkan, selagi masih punya nama dan follower. Padahal kalau mereka terus
mengeluarkan karya seperti itu, sudah pasti ditinggalkan oleh pembaca
mainstream dan kembali ke wattpad.
Kita bisa lihat dengan jelas di
review di goodreads, mulai dari novel pertama sampai novel ketiga, banyak
sekali penulis wattpad yang terus mendapatkan kritikan ketimbang pujian. Ini
sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu saja sampai, nama mereka tenggelam
dengan sendirinya. Lama kelamaan public akan jengah dengan karya amburadul
mereka.
Sebagai penulis, harusnya bisa up scale kemampuan jangan melulu menulis tanpa logika dan tehnik penokohan ploting yang amburadul. Kenapa begitu? Sebab, banyak penulis wattpad yang gak tahu diri, merasa telah dibaca jutaan dan bukunya dibeli oleh fansnya berlagak seperti penulis sejati bak Tere Liye atau Dea Lestari maupun novelis mainstreams best seller lainnya.
Gak tahu diri
Padahal secara kualitas karya saja jauh beda tapi, sudah berani belagu? Kalau disandingkan review Goodreads penulis wattpad dengan novelis mainstreams best seller bagai langit dan bumi! sampai sini mengertikan? Saya gak perlu sebut penulis wattpad yang gak tahu diri dan menganggap selevel dengan novelis terbaik Indonesia. Sampai-sampai ketika ada event dengan novelis mainstreams best seller, kelakuan bocil penulis wattpad geng anak sekolah yang dijadikan series ini, benar-benar di luar nalar. Harusnya sungkem dan belajar nulis yang bener sama senior, malah belaga selevel! Miris gak sih?
Gak belajar KKBI
Selain bocil dableq gak tahu diri, ada sebuah kisah seorang bocil penulis wattpad yang diundang ke sebuah event dan ditanya, perihal EYD dan tata cara penulisan yang baik dan benar karena, novelnya amburadul. Jawaban si penulis bocil kurang ajar adalah, "Saya emang gak suka baca KKBI atau apapun itu." Demi apa! Mau jadi penulis tapi, gak mau belajar EYD dan KBBI! Ada novelis yang sampai bilang begitu di depan umum! Sumpah pengen salto saja.
Gila gak sih? Baru nulis di wattpad aja sudah sebelagu itu! Astaga naga, malu dengan novelis beneran lainnya yang punya kualitas. Dalam dunia penulisan sendiri bocah-bocah ini sebenarnya gak pernah dianggap cuma dijadikan mesin duit saja. Andai kalian tahu bagaimana kelakuan bocil-bocil nolep gak tahu diri ini, pasti seperti saya yang ingin merobek buku KKBI terus disumpal ke mulut mereka.
Contoh Yang Baik Dari
Wattpad
Saya ambil contoh Valerie Patkar
yang dipinang oleh Gramedia, dari semua novel wattpad menurut saya hanya Claires dari Valerie Patkar yang secara tehnik penulisan layak untuk terbit. Bukan
tanpa alasan sebab, Gramedia nggak seperti publisher lain, yang cuma ambil
mentah naskah dari wattpad. Gramedia merombak Claires sedemikian rupa agar worth
to read bagi pembaca mainstream.
Baca Juga : Penulis Wattpad Mati Kutu Saat Webinar
Selain itu, nampaknya Valerie
Patkar pun banyak dapat gemblengan dari Gramedia sebab karya keduanya
Nonversation, punya kualitas yang lebih baik dari Claire. Sementara penulis
wattpad lain Cuma covernya saja yang bagus, dengan gambar cowok selebgram
ganteng yang diubah jadi kartun.
Oh iya, ngomongin soal cover para
penulis wattpad ini, kenapa banyak banget dah selebgram yang dibajak buat
dijadiin cover?
Malas Baca Novel Dari
Penulis Wattpad
Jadi itu 3 hal, yang bikin saya
males banget baca novel dari penulis wattpad. Apa lagi kalau di covernya udah
ada embel-embel ‘telah dibaca berjuta-juta’ belum lagi novel dari penulis
wattpad ini, harga lebih tinggi ketimbang novel dari penulis yang sudah lama
malang melintang bahkan, sekarang banyak yang pakai sistem preorder tanpa
melewati toko buku. Parahnya lagi ketika dilabeli best seller, saya nggak bisa
track kualitas novel dari penulis wattpad ini sebab, nggak ada rating
goodreadsnya? Sekali lagi, saya mencoba berpikir positif, kalau para pembaca
novel dari penulis wattpad ini adalah fans mereka di wattpad bukan, pembaca
mainstream yang sudah pasti punya akun goodeads dan nggak sabar buat kasih
ratings ama review di goodreads.
Wattpad Block Semua Negatif Keyword
Hampir saja saya lupa, kalau wattpad ini punya tim digital marketing yang ok banget, karena mereka bisa memblock google dari banyak kata negatif. Kalau kalian cari cerita wattpad jelek atau cerita wattpad sampah, niscaya nggak bakal nemu sebab, memang mereka jelas sekali memblock semua negatif keyword bahkan pencarian dengan keyoword cerita wattpad plagiat yang muncul paling atas malah cerita wattpad yang memang judulnya plagiat sementara, semua berita dan tulisan mengenai plagiat digeser ke page 2 atau 3 google.
Sekalipun Wattpad banyak negatifnya tapi, harus diakui bagi penulis amatir Wattpad adalah platform promosi yang jitu bahkan, banyak publisher yang menjadikan Wattpad sebagai test market. Maksudnya banyak penulis yang disuruh untuk menjajal naskah mereka di Wattpad. Hal inilah yang membuat saya sendiri malah punya Wattpad karena, memang disuruh oleh publisher untuk test market di situ. Jadi memang gak melulu karya Wattpad amburadul, walaupun sebagian besar memang begitu dan terbukti saat sudah launching lalu di review oleh rakyat Goodreads.
Lantas bagaimana melihat karya Wattpad yang bagus? Simpel saja kalau sudah launching bukunya silahkan melipir ke Goodreads karena, rakyat Goodreads tidak akan pernah berbohong dalam memberikan bintang review. Sekalipun, penulis Wattpad memerintahkan fans untuk nulis review di Goodreads. Kita bisa dengan mudah melihat mana review asli dari avid readers dan bukan, tinggal cek profilenya saja.
Sebelumnya saya sudah pernah menulis tentang kabar PHK NET TV dan bagaimana saya pernah berada di lingkungan televisi dengan manajemen dinausaurus sehingga terjadi PHK untuk departemen entertaiment. Berita NET TV ini pun tiba-tiba mengingatkan saya terhadap salah satu tv di Indonesia yang performanya acak kadut namun, simsalabim nggak pernah ada pemangkasan karyawan alias PHK. Yeah i know punya negara, mana mungkin ada pecat pecut tapi kalau nggak guna, bukannya lebih baik dirumahkan dari pada jadi beban negara secara gaji mereka pun dari APBN loh.
Siapa sih yang nggak kenal dengan TVRI tapi siapa juga yang nonton TVRI? Media milik pemerintah ini semenjak zaman reformasi gaung semakin tenggelam bahkan, boleh dibilang mati suri. Keadaan TVRI mirip sekali dengan PT POS dimana sekumpulan ve-en-es yang nggak bisa dipecat, malas untuk mengikuti perkembangan zaman.
TVRI meskipun sudah disokong oleh pemerintah tetap saja tertinggal dalam segala hal. Para ve-en-es yang harusnya jadi orang kreatif malah nggak mau berubah dan asik dengan kesantaiannya. Ketika semua orang jelas-jelas meninggalkan channel TVRI bahkan, sudah nggak perlu ada channel TVRI di televisinya, tetap saja tv tertua di Indonesia ini tak bergeming sampai pada tahun 2017 barulah terjadi perubahan.
Jauh sekali dengan NET TV dalam tujuh tahun sudah harus berbenah demi efesiensi, sekarang sedang menggodok strategi demi kelangsungan perusahaan.
Tahun 2018 lalu, saya pernah berurusan dengan TVRI untuk sebuah acara, maklum waktu itu ada program pemerintah yang butuh media. Waktu pertama kali datang ke TVRI pusat di senayan rada-rada kaget, soalnya mirip banget sama kantor kelurahan. Sumpah sepi banget dan nggak ada aura perusahaan televisi getuh. Saya juga jarang-jarang lihat anak muda yang notabenenya mayoritas pekerja televisi, bahkan produser untuk program yang berurusan dengan saya terlihat seperti kakek-kakek.
Sebagian besar waktu saya di TVRI senayan, dihabiskan dengan berkeliling karena tempatnya besar sekali tapi, banyak banget ruangan kosong atau ruangan yang nggak terpakai, berisikan peralatan broadcast dari zaman Soeharto. Beneran dah, TVRI di senayan nggak ada modernnya. Setelah program tayang, saya kontak produser yang bersangkutan untuk copy dalam bentuk dvd dan kena charge 250 ribu! OMG masa bayar? Dulu saya jadi creative officer kalau ada narsum yang butuh copy tayang, tinggal burn di dvd dan kirim nggak perlu bayar apalagi sampai 250 rebu! Najong dah.
Bukan berarti TVRI nggak mencoba bangkit loh, sejak 2017 mereka menghire konsultan untuk rebranding dan nggak main-main, mereka sampai rekrut Helmy Yahyah sebagai head LPP. Ini kabar gembira sekaligus bingung karena untuk maju saja sampai harus rekrut orang luar, terus yang selama ini di dalam ngapain? Helmy Yahya pun lebih memilih untuk membawa berbagai talenta dari luar seperti Gilang Dirga dan Tina Talisa dari pada memberdayakan human resource yang sudah ada.
Sekarang kita bisa lihat ada perubahan, mulai dari logo baru sampai susunan acara yang nggak jadul lagi, sekarang berbagai dokumenter bermutu bisa kita lihat di TVRI bahkan liga Inggris pun nongol loh di TVRI. Aplikasi TVRI klik pun sudah ada di google play bagi generasi millennial yang mau nonton kapan pun dan dimana pun. Sekali lagi untuk membuat berbagai perubahan ini, harus bawa orang luar loh dan yang di dalam selama ini ngapain?
Kebetulan salah satu konsultan yang dihire untuk project rebranding TVRI adalah mantan head saya di tempat dulu dan menurut kabar, sebenarnya hal tersulit dari rebranding TVRI adalah para karyawan negara itu sendiri, mereka sulit diupgrade dan nggak mau berberubah dari kenyaman ala ve-en-es. Padahal ini media loh yang notabenenya harus selalu mengikuti perkembangan zaman.
Kalau mau nostalgia ke zaman 90'an datang saja ke TVRI Senayan, bisa sekalian shooting film horror loh.
Kebayang kalau NET TV dengan acara-acara bermutunya disokong oleh pemerintah, dari pada menyokong sekumpulan orang yang jelas-jelas nggak mau upgrade dan cuma pengen santai. PHK terhadap pekerja kreatif yang benar-benar mau kerja mungkin bisa dihindari dan, kita bisa punya televisi nasional yang benar-benar efektif dalam menjadi media umum untuk masyarakat luas. Bahkan kalau perlu dimerge saja NET dengan TVRI, dengan jangkauan TVRI dan acara bermutu NET saya yakin Indonesia bisa punya channel nasional yang bermutu. Yeah i know, pasti pada bilang NET kan swasta sedangkan TVRI punya negara. Hello! Hari gene, demi sebuah kemajuan apa sih yang nggak mungkin?
Baca Juga : Tentang PHK NET TV
Siapa sih yang nggak kenal dengan TVRI tapi siapa juga yang nonton TVRI? Media milik pemerintah ini semenjak zaman reformasi gaung semakin tenggelam bahkan, boleh dibilang mati suri. Keadaan TVRI mirip sekali dengan PT POS dimana sekumpulan ve-en-es yang nggak bisa dipecat, malas untuk mengikuti perkembangan zaman.
TVRI meskipun sudah disokong oleh pemerintah tetap saja tertinggal dalam segala hal. Para ve-en-es yang harusnya jadi orang kreatif malah nggak mau berubah dan asik dengan kesantaiannya. Ketika semua orang jelas-jelas meninggalkan channel TVRI bahkan, sudah nggak perlu ada channel TVRI di televisinya, tetap saja tv tertua di Indonesia ini tak bergeming sampai pada tahun 2017 barulah terjadi perubahan.
Jauh sekali dengan NET TV dalam tujuh tahun sudah harus berbenah demi efesiensi, sekarang sedang menggodok strategi demi kelangsungan perusahaan.
Urusan Dengan TVRI
Sebagian besar waktu saya di TVRI senayan, dihabiskan dengan berkeliling karena tempatnya besar sekali tapi, banyak banget ruangan kosong atau ruangan yang nggak terpakai, berisikan peralatan broadcast dari zaman Soeharto. Beneran dah, TVRI di senayan nggak ada modernnya. Setelah program tayang, saya kontak produser yang bersangkutan untuk copy dalam bentuk dvd dan kena charge 250 ribu! OMG masa bayar? Dulu saya jadi creative officer kalau ada narsum yang butuh copy tayang, tinggal burn di dvd dan kirim nggak perlu bayar apalagi sampai 250 rebu! Najong dah.
TVRI Mencoba Berubah
Sekarang kita bisa lihat ada perubahan, mulai dari logo baru sampai susunan acara yang nggak jadul lagi, sekarang berbagai dokumenter bermutu bisa kita lihat di TVRI bahkan liga Inggris pun nongol loh di TVRI. Aplikasi TVRI klik pun sudah ada di google play bagi generasi millennial yang mau nonton kapan pun dan dimana pun. Sekali lagi untuk membuat berbagai perubahan ini, harus bawa orang luar loh dan yang di dalam selama ini ngapain?
Kebetulan salah satu konsultan yang dihire untuk project rebranding TVRI adalah mantan head saya di tempat dulu dan menurut kabar, sebenarnya hal tersulit dari rebranding TVRI adalah para karyawan negara itu sendiri, mereka sulit diupgrade dan nggak mau berberubah dari kenyaman ala ve-en-es. Padahal ini media loh yang notabenenya harus selalu mengikuti perkembangan zaman.
Berikut Foto-Foto di TVRI Senayan
Kalau mau nostalgia ke zaman 90'an datang saja ke TVRI Senayan, bisa sekalian shooting film horror loh.
Jadi?
Kebayang kalau NET TV dengan acara-acara bermutunya disokong oleh pemerintah, dari pada menyokong sekumpulan orang yang jelas-jelas nggak mau upgrade dan cuma pengen santai. PHK terhadap pekerja kreatif yang benar-benar mau kerja mungkin bisa dihindari dan, kita bisa punya televisi nasional yang benar-benar efektif dalam menjadi media umum untuk masyarakat luas. Bahkan kalau perlu dimerge saja NET dengan TVRI, dengan jangkauan TVRI dan acara bermutu NET saya yakin Indonesia bisa punya channel nasional yang bermutu. Yeah i know, pasti pada bilang NET kan swasta sedangkan TVRI punya negara. Hello! Hari gene, demi sebuah kemajuan apa sih yang nggak mungkin?
Baca Juga : Tentang PHK NET TV
Review Advan i Lite i7U/Ram 2GB/OS Nougat/Memory 16GB/Harga Rp 900.000 - Bagaimana sudah kapok pakai gadget dari brand Advan? Saya sudah dua kali pakai brand Advan yakni tab dan handphone, dua-dua ancur abis! Sampai saya pun jadi pesimis sekali dengan brand lokal ini. Selang beberapa tahun kemudian saya mencoba mencicipi tab 7 inch Advan Vandroid i Lite i7U, sebuah tab android kelas bahwa yang bisa ditebus hanya dengan harga 1 juta saja. Nggak ada ekspetasi apapun karena saya hanya butuh Advan Vandroid i Lite i7U ini untuk baca ebook dan nonton dikala senggang namun, setelah satu minggu pemakaian ternyata baru sadar kalau Advan sekarang berbeda dengan advan dulu loh.
Build In Material dan Design
Dari segi design nggak ada yang bisa dibanggakan karena, designnya sama saja dengan tab Advan yang lain, design cover bagian belakang yang diclaim terlihat mewah pun menurut saya biasa saja. Overall kelihatan banget kalau tab ini mumer dan luas 7 inch sama sekali nggak terasa, malah Advan Vandroid i Lite i7U masuk kategori compact size. Ya ilah kan ini versi i Lite, jadi enak banget bisa masuk tas pinggang dan masih bisa dipegang dengan satu tangan, kalau nonton di kereta pun nggak ribet.
Sayangnya material Advan Vandroid i Lite i7U ini plastik murah dan ringkih, saking ringkihnya, kita bisa dengan mudah patahin. Kalau jatuh pun saya jamin komponen di dalamnya bakal bermasalah karena kerasa banget nggak solid. Tapi finishingnya rapi dan cakep banget.
Layar, Hardware dan Software
Layar 7 inch dengan 1021 x 600 ini memang ala kadarnya, warna cenderung soft dan nggak pup up. Kalau nonton bluray juga kerasa banget warnanya pudar, parahnya layar Advan Vandroid i Lite i7U ini memantulkan bayangan dan ini ganggu banget kalau lagi nonton film. selain itu, touchscreen rada aneh karena untuk beberapa aplikasi seperti instagram, sepertinya over sensitif tapi aplikasi lain berjalan normal? Dan nggak ada sensor light jadi brightness nggak bisa otomatis kudu diset manual.
Silahkan perhatikan atutu benchmark dengan torehan score hanya 35486 memang nggak bisa diharapkan untuk main game berat. Score segini juga sama dengan handphone android low class namun, OS 7.0 memang jadi penolong buat Advan Vandroid iLite i7U.
Dari segi hardware Advan Vandroid i Lite i7U sudah dipersenjatai RAM 2GB ini salah satu alasan saya membeli Advan Vandroid i Lite i7U dengan CPU sc9850k alias spreadtrum CPU kelas bawah sodara-sodara tapi corenya sudah 4 loh. Jadi Advan Vandroid i Lite i7U nggak bisa dipakai maen game berat PUBG kalau Mobile Legend masih ok, itu pun setingan grafis low. Waktu atutu 3D pun Advan Vandroid i Lite i7U terlihat ngadat.
Untuk softwarenya Advan Vandroid i Lite i7U sudah android 7.0 (32 bit) tanpa sensor apapun! Nggak ada acceleration sensor, game rotation vector, gyroscope sensor, light sensor semuanya nihil.
Perfoma sih ok banget, saya nggak pernah nemu aplikasi yang ngadat atau lag semua lancar jaya, sekalipun sudah di instal berbagai apliaksi RAM dalam kondisi default hanya terpakai 780MB saja. Kecuali seperti saya sebutkan di atas, main game berat langsung yassalam Advan Vandroid iLite i7U ini. Tapi, untuk kebutuhan sehari-hari sama sekali nggak ada kendala.
Fitur
Advan Vandroid i Lite i7U sebenarnya sudah punya face id tapi saya nggak pernah pake dan sudah 4G LTE untuk dua simcard. ROM 16GB dan bisa ditambah dengan sd card. Selain itu Advan Vandroid i Lite i7U juga punya speedup, semacam clear cache untuk clean aplikasi yang tengah berjalan di background dan secara otomatis bakal matiin aplikasi yang kebuka tapi nggak kepakai. Ini alasan kenapa Advan Vandroid i Lite i7U lancar nggak pake lag.
Camera
Advan Vandroid i Lite i7U ini pun punya dua camera 5Mp di depan dan di belakang, sayangnya kualitasnya parah banget tipikal android murah, fotonya whiteish atau brightnya over banget jadi kek putih dan silau getuh. Buat yang suka selfi sukaesih, Advan Vandroid i Lite i7U sangat tidak disarankan.
Perhatikan kualitas foto Advan Vandroid i Lite i7U ini, sekalipun sudah outdoor dengan cahaya maksimal masih juga nggak ciamik. Fokus blur dan brightnessnya over banget.
Baterai
Baterai hanya 2500maH tapi awet banget, dipakai nonton bluray 2 jam pun masih sanggup tanpa ngecash seharian kalau internetan memang tergantung jaringan, pakai wifi Advan Vandroid i Lite i7U baterainya awet tapi kalau pakai jaringan 4G standar, setengah hari kita harus sudah cash lagi.
Overall
Overall saya puas dengan performa Advan Vandroid i Lite i7U ini, karena nggak ada lag ataupun lemot, multitasking lancar dan baterai pun awet. Untuk download pekerjaan dari Trello dan Google Drive no problem, pakai microsoft office nggak ada kendala, bentuknya pun compact bisa dipakai kapanpun dan dimanapun. Sementara untuk minus nggak bisa dipakai game berat, bukan masalah karena saya nggak main game. Terus nggak ada sensor apapun juga nggak begitu berarti sih, kalau untuk kamera yang bapuk, nggak kepakai juga di tab.
Advan Vandroid i Lite i7U ini juga kemajuan banget buat brand Advan, biasanya kualitas brand ini kacau banget, lemot dan banyak bugs belum lagi dulu tab sama smartphone Advan suka dipasang apllikasi bloatware yang nggak penting sementara di Advan Vandroid iLite i7U, malah bersih banget nggak banyak apps sampah.
Lagi ramai banget nih, perihal NET yang sedang kesulitan financial dan mau PHK karyawannya. Menurut info mengapa NET TV ini kurang sukses dikarena idealisme mereka, seperti nggak mau pasang iklan selama 3 menit dan terlalu hura-hura saat ultah. Tahukah ultah NET TV seperti apa? Artisnya pasti dari luar negeri. Banyak juga yang bilang acaranya segemented untuk menengah ke atas sementara orang menengah ke atas sudah nggak nonton tv lagi, mereka ada di platform digital.
Terlepas dari alasan sesungguhnya, saya mempunyai pengalaman yang sama seperti para karyawan NET TV ini. Dulu pun saya bekerja pasa sebuah tv yang memproduksi tayangan bukan untuk menengah ke bawah, saya membuat documentary berkualitas international sekelas BBC dan national geographic bahkan bule-bule yang waktu itu nonton saja takjub. Sebelas dua belas dengan NET TV tempat dulu saya bekerja pun memPHK karyawannya, untungnya saya sudah nggak di sana waktu itu.
Kegagalan finansial tv tempat saya bekerja dulu dikarenakan manajemen dinausaurus, dimana orang-orang dengan mindset cetak mengurus layar kaca dan lebih parahnya dahulu mereka sudah pernah gagal dengan TV7 kemudian gagal kembali di bidang yang sama? Terperosok di lubang yang sama tapi nggak pernah belajar.
Konten-konten berkualitas seakan nggak mampu menarik minat pengiklan? Saat itu pihak manajemen yang terbiasa menjual slot kertas koran, memang nggak ngerti cara jualan di tv belum lagi manajemen dinausaurus yang nggak ngeh pentingnya untuk memperluas jaringan. Sampai waktu itu channel spacetoon nggak jadi dibeli, lebih parah channel anteve pun nggak mau padahal sudah ditawarkan sebelum akhirnya menjadi TVONE.
Beban produksi yang tinggi membuat manajemen dinausaurus, berusaha menyelamatkan perusahaan dengan berubah menjadi tv berita karena produksi akan jauh lebih murah namun itu pun belum cukup. Akhirnya semua divisi intertainment di-PHK dan hanya tersisa divisi news and documentary yang memang benaung di bawah dua PT yang berbeda.
Konten Berkelas Nggak Laku?
Siapa bilang konten berkelas nggak laku? Yang salah cuma cara kita menjualnya dan tempat kita menjualnya. Ibarat kata jual Versace di tanah abang yang kebanyakan pembelinya adalah ibu-ibu BPJS. Tentu ibu-ibu BPJS nggak bakal mau beli Versace sekalipun mereka punya duit, mana ngerti mereka sama merk Versace. Sama halnya seperti tv dimana yang nongkrong adalah kalangan menengah ke bawah, dikasih tonton high class yah remuklah, otak dan IQ mereka.
Lebih Bangga Bikin Konten Berkelas Dari Pada Alay
saya merasa bangga dan puas karena pernah membuat program tv berkualitas tinggi dari pada program tv sukses tapi, sampah! Seperti Dahsyat dan kawan-kawannya, sama sekali nggak ngerti apa yang harus dibanggakan sama program-program seperti itu?
Baca Juga : NET TV Bangkrut Apa Kabar TVRI?
Baca Juga : Matinya Kreatifitas di Dunia TV
Baca Juga : Ekploitasi Kemiskinan Lewat Acara Mikrofon Pelunas Hutang
Baca Juga : NET TV Bangkrut Apa Kabar TVRI?
Baca Juga : Matinya Kreatifitas di Dunia TV
Baca Juga : Ekploitasi Kemiskinan Lewat Acara Mikrofon Pelunas Hutang
Subscribe to:
Posts (Atom)