Pages
Sebenarnya sudah tahu To All The Boys I've Loved Before dari berbagai bookstagram tapi, saya nggak pernah tertarik buat baca To All The Boys I've Loved Beforee karya Jenny Han ini. Bukan apa-apa, soalnya pasti girly banget walaupun, review di goodreadnya dasyat banget dan saya tahu pasti bakal beda banget sama teen flick lokal yang cuma modal seting luar negeri ataupun sampah-sampah wattpad yang sekarang bertebaran. Nah, begitu To All The Boys I've Loved Before dijadikan film sama Netflix langsung dah saya cari karena Netflix nggak pernah gagal bikin teen movie, sebut saja Riverdale dan 13 Reason Why yang fenomenal. Dugaan saya benar To All The Boys I've Loved Before bisa jadi romantic comedy terbaik tahun ini.
Karena saya nggak baca novelnya, jadinya nggak ngerti tentang keluarga Jena Lara dimana ibunya dari Korea dan bapaknya bule tapi Jean Lara dan saudaranya malah asia banget, nggak kelihatan blasteran, begitu pula tentang masa lalu Jean Lara terlebih tentang kematian ibunya. Lihat bokapnya yang blondi sama ketiga anak cewek asia, bikin saya mengerenyitkan dahi, kok bisa sih?
Bahkan tokoh Jean Lara mirip dengan yang ada di kover buku
Jean Lara sendiri tipikal cewek non populer dan ngerasa nggak begitu atraktif, punya hobi untuk bikin surat ke semua cowok yang ditaksirnya tapi, nggak pernah dikirim. Sampai suatu saat adiknya mengirimkan semua surat ke cowok-cowok yang ditaksir Jean Lara, dari sinilah semua masalah bermula. Jean Lara yang tadinya invisible, jadi didekati sama cowok-cowok yang dapet suratnya, belum lagi segundang polemik yang timbul di sekolah akibat surat-surat itu.
Walaupun saya bukan penggemar romance remaja tapi,To All The Boys I've Loved Before buatan Netflix ini harus diacungi jempol. Netflix nggak bikin To All The Boys I've Loved Before jadi seperti tipikal film remaja lainnya, cinematografi To All The Boys I've Loved Before ini apik banget! Saya suka grading colournya. Netflik berhasil membuat To All The Boys I've Loved Before keluar dari zona film remaja biasa, mulai dari pemilihan tokoh yang pas dan multidiversity dimana nggak white wash dan script cerdas anti klise. Netflix pun hanya memasukan satu lagu pop sepanjang film yakni, Lauv - i like me better when i'm with you.
Karena nggak baca novelnya, saya sama sekali nggak bisa komentar terlalu jauh. Buat kalian yang sudah pengen muntah dan salto lalu jungkir balik, gegara lihat film-film remaja lokal seperti Dear Nathan, London Love Story etc silahkan lihat To All The Boys I've Loved Before dijamin bikin melek dan mikir, kalau film remaja nggak melulu harus roman picisan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment