Pages
Novel dystopia berjudul Under The Never Sky dari Veronica Rossi sebenarnya sudah lama ada di rak buku namun, entah kenapa malas sekali bacanya. Mungkin, karena sudah lumayan banyak novel dengan tema dystopia yang dibaca jadinya rada-rada jengah namun, awal tahun ini saya coba untuk membaca Under The Never Sky sebagai buku awal tahun dan nampaknya perkiraan kalau Under The Never Sky ini adalah hanya just another dystopia novel sirna karena Under The Never Sky ternyata mampu menghanyutkan saya dalam dystopia badai Aether.
Sinopsis
Under The Never Sky bersetting di dunia yang kacau setelah masa penyatuan, dimana langit selalu dihiasi oleh Aether semacam cuaca buruk yang mampu membunuh siapapun saat terjadi badai, listrik dan petir akan menyambar apapun yang ada di atas tanah. Cerita dibuka saat dua kelompok pemuda dari ras yang berbeda menyusup masuk ke dalam kawasan Ag-6, tiba-tiba Soren dari ras manusia yang mendiami Pod membuat kekacauan dan membakar kawasan Ag-6, dari sinilah masalah dimulai.
Aria gadis dari ras penghuni, kaum dimanusia yang menggunakan teknologi harus berhadapan dengan Perry dari ras orang liar, manusia yang hidup liar di luar Pod dan memiliki kekuatan mutasi panca indera (scire) keduanya ternyata terlibat masalah yang lebih besar setelah kekacauan di kawasan Ag-9. Aria dibuang tanpa sebab ke luar Pod sementara Perry kehilangan Talon keponakannya yang diculik oleh ras penghuni Pod. Satu-satunya jalan adalah dengan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini, Aria ingin kembali ke Pod sementara Perry ingin keponakannya kembali. Berdua mereka menyusuri kawasan tak berpenghuni, berhadapan dengan berbagai rintangan termasuk suku kanibal dan Cinder serorang anak dengan kekuatan Aether. Satu-persatu jawaban atas semua masalah yang terjadi terkuat saat mereka mencoba kembali ke Pod dan mendapatkan Talon kembali.
Resensi
Terus terang awalnya sulit sekali untuk langsung jatuh cinta dengan Under The Never Sky, sebab di awal kita langsung disuguhi dengan berbagai teknologi seperti kawasan Ag-6, smarteye dan badai aether. Bahkan tiba-tiba Soren menggila tanpa sebab dan membakar kawasan Ag-6. Kita tidak diberi kesempatan untuk mengenal tokoh-tokohnya maupun dunia Under The Never Sky terlebih dahulu, seperti pada umumnya novel dystopia. Veronica Rossi justru memaksa kita untuk membaca dari bab ke bab untuk mendapatkan keterangan apa itu kawasan, smarteye dan lain-lain.
Namun, setelah beberapa bab saya malah susah untuk menutup Under The Never Sky. Setiap bab memberikan kejutan dan ketegangan, perpaduan teknologi dan kekuatan super dalam dunia Under The Never Sky memberikan fast pace, belum lagi Veronica Rossi cerdik dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga namun, dari perspektif Aria dan Perry. Jadi setiap bab berganti-ganti dari perspektif Aria dan Perry, hal ini membuat saya jadi tidak gampang lelah dalam membaca.
Jalinan konfliknya dalam buku pertama ini memang tidak serumit seri Red Queen malah, Under The Never Sky lebih mirip Divergent yang dimix dengan Red Queen. Beruntung Veronica Rossi membuat Under The Never Sky dengan plot cerita yang baik, mudah untuk diikuti tapi tetap memberikan kejutan di setiap babnya.
Baca Juga : Trough The Ever Night : Buku ke 2
Baca Juga : Resensi Maze Runner The Death Cure
Baca Juga : Resensi The Glass Sword
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment