Pages
Jumat ini saya berkesempatan untuk press screening sebuah film biopic legenda musik Indonesia. Terus terang dari awal saya memang sudah nggak antusias dikarenakan dua hal, pertama melihat nama sang sutradara, dan langsung menurunkan minat sebab hapal dengan karya-karyanya terdahulu.Kedua pemain utama yang menurut saya jauh pasak dari pada tiang untuk jadi legenda Chrisye. Jadi memang nggak berharap banyak pada film Chrisye ini dan setelah menonton dugaan saya terbukti.
Miscast Vino G Bastian Sebagai Chrisye
Film dibuka dengan flash news mengenai siapa Chrisye lalu menuju tahun 80-an dimana Chrisye manggung dengan band Gypsi disebuah pesta ulang tahun, penampakan Chrisye muda yang diperankan oleh Vino G bastian yang gagah sedang memainkan bass, saya langsung lemas lihat gaya Vino yang nggak cocok, bahkan main bassnya pun kaku sekali. Kemudian Vino berbicara dengan suara cemprengnya yang khas (you know what i meant) saya pengen nangis, lihat seorang penyanyi yang setiap hari saya lihat di televisi, ketika tahun 80-90 pas zaman MTV masih booming, tiba-tiba bersuara cempreng seperti itu. Semua memori tentang Chrisye langsung bubar di otak saya!
Sekalipun Vino bekerja keras mengikuti gaya bicara, berjalan dan tingkah laku Chrisye. Perawakan Vino yang gagah sungguh bikin ngilu mata saya. Masih segar di otak ketika Chrisye wara-wiri di televisi, radio dan majalah, ini sebelah mana miripnya? Saya adalah generasi 90-an jadi sosok Chrisye lekat sekali di memori, zaman MTV dan Chrisye menang moon man pun masih segar di ingatan. Ketika film memasuki paruh akhir, pada saat tahun 90-an dimana Chrisye berusia 40an dan berkacamata, barulah ada kemiripan tapi, lagi-lagi suara khas Vino sungguh terlalu merusak kenangan.
Rizal Mantovani
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, begitu lihat nama sutradara Rizal Mantovani langsung nggak bergairah. Tadinya saya berpikir film Chirsye akan seperti Habibie Dan Ainun dan pasti yang dipilih jadi sutradara spesialis drama selera rakyat yakni Hanung sementara Rizal Mantovani sendiri sudah saya kenal karena dia adalah salah satu sutradara video klip terkenal era 90 akhir sampai awal 2000 sebelum akhirnya memutuskan hijrah ke film.
Imbasnya hampir semua film-filmnya seperti video klip, kurang bisa bertutur dan menceritakan sebuah kompleksitas. Pacingnya cepat, cut to cut seperti yang saya sebutkan almost like music video. Kemampuan untuk menghantarkan sebuah kompleksitas cerita pada penonton kurang dari jaman Jelangkung sampai Bulan Terbelah Di Langit Amerika modelnya sama. Untuk drama panjang memang masih bagus dipegang oleh Hanung, terlebih Hanung sudah berpengalaman membuat biopic Habibie Dan Ainun.
Filmnya Sendiri Bagaimana?
Mohon maaf, tapi film Chirsye ini bagi saya datar sekali dan sungguh terlalu. Padahal production valuenya wow banget, walaupun ada CGI dan green screen yang astaga naga, kelihatan fake banget. CGI yang menggambarkan bunderan HI tempo dulu dan green screen ketika di dalam mobil bikin geleng-geleng kepala.
Alur cerita yang seperti video klip, cut to cut dari satu jaman ke jaman lain tanpa ada scene penyambung, cuma di tambah keterangan sekarang tahun berapa terus ke tahun berapa. Lebih parahnya ketika memasuki masa-masa akhir, simsalabim ada black screen bertuliskan kata-kata puitis yang bercerita Chrisye menyerah lalu nyambung ke adegan keranda mayat dengan foto Chrisye.....AMEJING!!! Saya berani taruhan orang-orang bakal betah dua jam di bioskop karena ini adalah legenda musik Chrisye! dari pada tiba-tiba black screen dikasih keterangan kata-kata terus tokohnya meninggal, buset dah!
Jika anda berharap bisa bernostalgia dengan Chrisye lupakanlah, karena nggak banyak adegan dimana Chrisye di atas panggung dan bernyanyi. Bukan apa-apa karena setiap adegan Vino buka mulut buat nyanyi terus yang keluar suara Chrisye, EMEJING!!! Janggal banget beud! Dari suara cempreng khas Vino, simsalabim pas rekaman dan nyanyi di atas panggung langsung bening suaranya.
Film Chrisye ini pun nggak fokus ke karier namun, lebih pada pergolakan dirinya. Jangan heran kalau ujungnya malah jadi film religi. Saya saja sampai bingung, kenapa ini biopic Chrisye jadi Ayat-Ayat Cinta? Hadeuh geleng-geleng kepala. Bukan seperti ini yang saya mau lihat dari Chrisye.
Untuk positifnya adalah production set yang ok banget, nuansa 80-90 kerasa dan yang bikin film Chrisye hidup, justru bukan Vino yang meranin Chrisye. Melainkan aktor-aktor lain, yang memerankan orang-orang terkenal di sekeliling Chrisye. Seperti, Dwi Sasono yang pecah banget meranin Guruh Soekarno Putra, sampai satu bioskop ngakak. Terus ada rocker yang memerankan Jay Subijakto, sumpah gokil banget, tiap kali kibas rambut penonton langsung ngakak. Nggak lupa Addie MS muda diperankan oleh aktor pendatang baru yang ganteng, padahal aslinya nggak seganteng itu.
Sorry to say. Tapi film Chrisye sama sekali jauh dari ekspetasi bahkan sulit untuk bisa disandingkan dengan biopic lain seperti Habibie Dan Ainun, bahkan untuk bernostalgia dengan lagu-lagu Chrisye pun cukup sulit. Sebenarnya film ini bisa terselamatkan banyak, andai kata tokoh pemeran Chrisye pas tapi, apa boleh buat pemilihan Vino G Bastian miscast, sehingga film Chirsye nggak lebih dari pada segelintir karya lokal yang sulit untuk dinikmati dan diingat. Saya sarankan cek studio sebelah saja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Yah MNC Pictures begini lah produksi mahal tapi mutu semenjana 😂
ReplyDeleteIya sayang banget, padahal Chrisye getuhloh.
DeleteBoleh dong sy berpendapat lain, menurut saya ini film ini adalah bercerita ttg chrisye dari sudut pandang isterinya, bukan dari sudut pandang penggemarnya (saya juga penggemar Almarhum) sesuatu yg tidak pernah kita ketahui sebelumnya dan cuma orang yg terdekat dengan Almarhum yang tau. Memang ada beberapa bagian dari sosok Chrisye yang mis dibawakan Vino, akan tetapi saya merada Vino berhasil menggambarkan soul sisi lain dari seorang Chrisye yang tidak kita ketahui, terutama dibagian akhir cerita ketika digambarkan ternyata betapa sulitnya Almarhum untuk menyanyikan lagu "Ketika Tangan dan Kaki Berkata" gubahan seorang Taufiq Ismail. Dibagian ini Vino berhasil membawakan adegan tersebut dengan sangat baik. Bagaimanapun juga film ini patut diapresiasi secara bijak tanpa harus apriori menyuruh pembaca anda pindah ke studio sebelah.
ReplyDeleteCCMIW.
Boleh aja bang, namanya juga pelem pasti kudu dikritisi. Kalau emang dari sudut pandang istrinya, malah lebih aneh karena, filmnya sendiri central ke sudut pandang Chrisye, sementara dari sudut pandang istrinya baru pas akhir-akhir...lagi-lagi aneh beud. Salah sutradara ini pelem. Btw gatot loh dengan cuma menyedot 200,000an penonton.
Delete100% setuju mas...awal tau vino yg meranin langsung sedikit sungkan...awal nonton terbukti, gaya khas vino gesturenya masih kebawa dan suara nya itu loh bikin semuanya buyar
Delete