Pages
Televisi memang sudah kehilangan penonton SES A dan B jadi yang tersisa hanyalah penonton SES C dan D ke bawah, terlebih jika market channel televisi itu memang untuk golongan menengah ke bawah, maka apa yang bisa diharapkan dari televisi yang menjaring penonton dari kalangan C dan D atau menengah ke bawah? Yup, sebuah program menggelikan yang bikin geleng-geleng kepala. Pastinya selalu ada jargon “kalau nggak suka, jangan nonton” masalahnya saya nggak sengaja nonton acara yang mengeksploitasi kemiskinan dan kebodohan rakyat menengah ke bawah, toh channel televisi itu umum dan sulit dihindari, saat saya, mengganti channel tv berlangganan tanpa sengaja melihat acara Mikrofon Pelunas Hutang.
Awalnya saya kira ini, another dangdut show tapi setelah diperhatikan acara ini benar-benar memanfaatkan keadaan serta situasi seorang pria yang mengalami kecelakaan dan berimbas pada beban hidup, dimana uang sudah habis untuk berobat dan ia tidak bisa mencari nafkah lagi. Setengah acara mengeksploitasi kemalangan hidup pria tersebut, dengan dandanan kumel, di atas kursi roda beserta istrinya yang kucel dan kumel juga berbagi beban hidup mereka, kamera selalu fokus pada wajah, siap menangkap semua raut kesedihan yang terpancar.
Tapi acara Mikrofon Pelunas Hutang ini, tidak asal saja membayar hutan-hutang para pesertanya, setiap peserta harus menjawab pertanyaan nggak penting dan mengiris para juri. Yup, para juri yang memutuskan apakah peserta Mikrofon Pelunas Hutan lolos ke babak selanjutnya, based on interview yang menyayat hati, maka akan dipilih peserta untuk maju ke babak dimana ia harus memilih Mikrofon yang berfungsi dari enam atau lima Microphone yang tersedia.
Kembali pada pria yang cacat karena mengalami kecelakaan dan mempunyai hutang sebesar 35 juta, ia disandingkan dengan seorang nenek penjual kue, yang sama-sama membutuhkan duit juga, lalu para juri yang terdiri dari selebritas ini memilih siapa yang paling membutuhkan. Karena kisah pria jauh lebih menyayat hati, maka juri memutuskan ia bisa maju ke babak selanjutnya untuk memilih Microphone. Sang istri harus memilih satu dari enam atau lima Mikrofon yang tersedia, lalu bernyanyi. Kalau Microphonenya hidup, otomatis dia menang dan semua hutangnya dibayarkan.
Lalu apa yang saya dapat dari acara Mikrofon Pelunas Hutang ini? Orang awam pasti bilang, “kisah inspiratif, mensyukuri hidup bla..bla” saya justru miris sekali, karena pria tersebut dieksploitasi habis-habisan demi sebuah acara televisi. Secara tidak langsung ia mengiba dan mengemis untuk dibayarkan hutangnya, belum lagi saya curiga jika acara ini hanyalah setingan semata. Semua Mikrofon sebenarnya berfungsi, tim produksi yang menyalakan berdasarkan seberapa menyayat kisah. Kalau biasa saja Mikrofon manapun yang dipilih tidak akan hidup, tapi kalau kisahnya menyayat hati maka Mikrofon manapun yang dipilih pasti hidup.
Hutang dibayarkan tapi yang lebih untung siapa? |
Sedih memang ditahun 2017 ini masih saja ada acara seperti itu, kalau mau menolong kenapa tidak langsung saja? Atau berikan pekerjaan dari pada disuruh mengemis di panggung di hadapan para selebriti, benar-benar menyedihkan, lebih menyedihkan lagi mereka yang mendapatkan keuntungan dari acara Mikrofon Pelunas Hutang ini, andai bisa diputar saya ingin mereka bisa merasakan diperdaya untuk mengiba dan mengemis di hadapan juta pasang mata. Geleng-geleng membayangkan orang-orang di balik Mikrofon Pelunas Hutang, jajan di starbuck, liburan ke luar negeri karena bonus rating dan share.
Baca Juga : Matinya Kreatifitas Televisi
Baca Juga : Matinya Kreatifitas Televisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Iya loh..
ReplyDeleteKesel banget gue sama acara itu,herannya banyak Yang suka nonton lagi. Sama tuh kayak acara rumah Soto kuya. Aib orang diumbar-umbar.
Ternyata bukan mikrofon aja, acara yang nggak jelas ada juga yang lain..ckckcck.
Delete