Pages
Dilan: dia adalah Dilanku 1990 adalah novel pertama yang gue beli secara
online di google play, soalnya gue memang berencana untuk mengurangi membeli
buku fisik dan beralih ke ebook. Lumayankan bisa menghemat kertas dan
menyelamatkan hutan, alasan kenapa gue memilih Dilan dari Pidi Baiq karena
novel ini merupakan hipster urang Bandung. Semua orang Bandung kayanya pernah
baca ini novel dah dan beberapa quote dari Dillan di pasang di beberapa penjuru
Bandung. Sebagai orang yang pernah lima tahun berdomisili di Jatinangor dan
geger kalong, nggak afdol kalau gue nggak tahu Dilan.
Sinopsis
Cerita dibuka dengan flashback dari
point of view tokoh utama yakni Milea, yang entah kenapa mungkin galau menulis
kenangan akan Dilan di masa SMAnya. Ketika Itu 1990 Milea pindah dari Jakarta
ke Bandung ikut ayahnya yang seorang tentara bertugas. Di SMA barunya ini Milea
bertemu dengan seorang cowok bernama Dillan yang tiba-tiba saja meramalkan,
kalau Milea akan bertemu lagi dengannya di kantin. Sontak hal ini membuat Milea
kesal dan akhirnya terus kepikiran tentang ramalan cowok yang baru saja
ditemuinya, tanpa sadar semua ini membuat Milea mencari tahu siapa Dillan itu.
Pelan namun pasti Milea akhirnya
suka dengan Dilan padahal waktu itu Milea sudah punya pacar bernama Beni yang
sifatnya kasar. Kelakuan Dilan yang aneh seperti memberi hadiah TTS yang sudah
diisi dan kerap kali berkata aneh, membingungkan sekaligus lucu semakin menarik
untuk Milea. Padahal Dilan itu gangster motor dan trouble maker di sekolah.
Dalam buku ini sepenuh
menceritakan pergulatan batin Milea yang mencari tahu siapa Dilan dan orang
seperti apa Dilan, sampai akhirnya mereka pacaran dan ketika memasuki masa
pacaran, ceritanya bersambung ke Dilan 1992.
Overall
Pertama-tama, bitch I love this
book. Yup, cerita roman tapi nggak picisan macem buku best seller yang
settingan di luar negeri, terus lelakinya orang korea atau maha sempurna nan
tampan bla..bla…bla. Dilan begitu sederhana namun efektif, tanpa setingan luar
negeri cuma di Bandung dan sekitaran, mampu menghipnotis gue untuk berkhayal
seperti apa Bandung di tahun 1990an, padahal Pidi sama sekali nggak
menggambarkan secara detail kota Bandung.
Kedua yang bikin gue betah apa
lagi kalau bukan dengan tokoh si Dilan dan kelakuan ajaibnya, kadang lucu,
kadang bikin kesel namun juga cerdas. Sayang tokoh Dilan ini amat sangat
ambigu, gue nggak bisa nemu deskripsi rupa si Dilan, sekalipun sudah dibantu
dengan karikatur yang nyempil di halaman pertama dan beberapa halaman terakhir.
Tetap saja sulit buat gue membayangkan rupa si Dillan, belum lagi aspek
misterius mengenai kelakuan Dilan. Buat apa dia jadi trouble maker dan masuk
geng motor? Ini yang bikin gue terus baca sampai akhir, walaupun nampaknya
penjelasan tentang Dilan ada di buku keduanya.
Aspek kesukuan juga kental sekali
di sini, nampak ketika Pidi membuat salah satu tokoh antagonis yang dibenci
Dilan adalah Surapto aka orang jawa, tipikal sekali ya, orang sunda nggak suka
orang jawa..ha..ha..sekalipun dijelaskan kalau Surapto ini guru yang gemar maen
tempeleng murid, tapi semua orang sunda pasti ngeh, kenapa Pidi Baiq nggak pake
orang batak atau orang dengan nama ambigu saja, dari pada yang jelas-jelas
Surapto.
Selain itu Pidi pun gemar sekali
memakai kata-kata efektif jauh dari pada kalimat cantik bertele-tele seperti
yang ada di novel best seller kegemaran kaum ababil dengan setingan di luar
negeri. Semua kalimatnya efektif dan to the point, sekalipun penuturanya khas
sekali seperti orang tahun 90-an. Buat orang yang lahir di tahun 80-an dan
tumbuh di tahun 90-an, apal sekali dengan gaya bicara di buku Dillan ini, sama seperti sineteron-sineteron
tahun 90-an.
Buat gue, Dilan : dia adalah
Dilanku 1990 adalah buku yang efektif! Simple namun tepat guna, bisa romantis tanpa
harus lenje macem novel best seller kegemaran kaum ababil dengan setingan luar
negeri. Kemisteriusan siapa Dilan dan kenapa bisa sampai begitu, sukses
menjadi bumbu misteri yang nggak kerasa kalau itu adalah sebuah misteri, yang
ada gue terus baca sampai akhir karena penasaran.
Satu lagi, mungkin karena yang
nulisnya adalah seorang pria aka Pidi Baiq makanya tokoh Dilan laki banget!
Nggak kaya tokoh pria di novel best seller kegemaran kaum ababil yang setingan
di luar negeri. Tokoh prianya lenje semua act like gentlemen but almost gay!
Ini juga pelajaran buat yang suka nulis tokoh-tokoh pria fiktif di roman
picisan berseting luar negeri. Real guy itu nggak selalu bikin si cewek spesial
dengan membawa bunga, terus bawa si cewek ke luar negeri atau jadian di taman
bunga or tempat mewah and happening di luar negeri, tokoh pria yang real bisa
bikin jadian di depan warung bala-bala and still romantic as hell.
Bisa jadi kenapa harus ada karikatur semua tokoh karena Pidi Baiq tidak pernah mendeskripsikan para tokohnya? |
Note:
Yang gue sesali dari mendownload
ebook seharga 30 ribu ini adalah, kok masih banyak kesalahan cetak ya? Seperti
tanda ganda yang nggak ada, terus beberapa kalimat ada yang dempet tanpa spasi.
Ini quality controlnya mana?????
Kalau boleh request bedakan donk
ebook dari fisiknya, kan nggak modal kertas jadi lebih murah. Tambahin apa kek,
misal foto sama biodata penulis atau karikaturnya diperbanyak biar rame. Ini
malah lebih sepi dari versi fisiknya….capek dah!!!!!
Baca juga : A Monster Calls
Baca juga : Resensi Ganteng Ganteng Setan
Baca Juga : Resensi Kalila dan Dimna 2
Baca Juga : The Lesson : Surat Jutawan Untuk Puteranya
Baca juga : A Monster Calls
Baca juga : Resensi Ganteng Ganteng Setan
Baca Juga : Resensi Kalila dan Dimna 2
Baca Juga : The Lesson : Surat Jutawan Untuk Puteranya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment