Pages
Apakah masuk universitas bergengsi menjamin masa depan lo? Hal ini mungkin banyak banget bergelayut macam monyet di hutan pada kepala semua anak SMU yang mau lulus. Well honestly, gue sudah membabu di lima perusahaan berbeda, bakalan kasih tahu pengalaman selama ini.
Pertama-tama gue
lulus dari sebuah universitas bergengsi di kota yang bergengsi pula bahkan gue
sampe ambil jurusan di dua universitas yang berbeda (kalau nulis ini jadi inget
perjuangan, ngelap peluh). Walaupun yang satu Cuma iseng belaka dan nggak kejar
IPK. Gue lulus tahun 2009 dengan IPK
3,18 dan 2,51. Tentunya yang gue pake buat melamar ijazah dengan IPK 3,18,
nggak butuh waktu lama sampai gue dapet sebuah kerjaan. Tapi gue nggak mau
ngebahas soal kerjaan dan gaji serta segala tetek bengek. Bukan apa-apa karena
begitu gue lihat temen-temen seangkatan. Ternyata gue merupakan salah satu yang
amat sangat beruntung.
Banyak dari
teman-teman gue yang sampe sekarang masih honorer atau bahkan jobless, yup
dengan IPK 3 koma dan ijazah universitas negeri bergengsi, they still jobless. Ujungnya banyak yang ngambil kerjaan yang seharusnya nggak butuh
kuliah sampai 4 tahun! WTF banget bukan? Men,
masuk jurusan itu aja susyehnya minta ampun dan sekarang ini yang lo dapet!
Jadi apa yang salah?
Kalau gue lihat
dari tempat kerja gue selama ini justru jarang banget orang dari almamater gue,
kebanyakan malah universitas swasta Jakarta. Jadi apa yang salah? Kenapa sampai
temen-temen gue yang IPK-nya jauh di atas gue malah jobless? Apply sana-sini
tapi nggak ada satupun yang sukses?
Setelah gue tela’ah,
lo bisa masuk jurusan favorite dari universitas bergengsi basicly Cuma gegara kemampuan otak aja. Cuma butuh belajar biar
bisa masuk universitas negeri ternama tapi buat diterima kerja butuh lebih dari
pinter. Inget HRD udah pasti bakalan lolosin lamaran dari universitas
negeri bergengsi, tapi mereka nggak bisa
lolosin lo dari psikotest dll. Disinilah jatuhnya semua teman-teman gue, mereka
pada nggak lolos psikotest! Beribu-ribu psikotest yang didatangi nggak satupun
yang bisa dijebol, ternyata menjebol psikotest dan interview seribu kali lebih
susah dari pada lolos SPMB (sekarang namanya masih itu nggak sih?) bahkan untuk
jadi PNS saja banyak yang lewat honorer dulu karena nggak lolos CPNS.
Psikotest
VS Skill
Ini dia dilemma
para jobseeker, merasa mempunyai
kemampuan tapi selalu gagal di psikotest. Intinya psikotest dan interview
adalah cara menyeimbangkan skill dengan personality, perusahaan akan mencari
karyawan yang punya skill plus kesamaan pandangan atau attitude. Tapi yang
menjadi penilaian besar bukan pada skill
namun lebih pada personality. Skill bisa dilatih melalui training tapi
personality dan attitude sulit disesuaikan bahkan dirubah.
Psikotest di negara
Indonesia memang begitu adanya, lebih mementingkan personality dari pada
kapabilitas. Lain halnya di Negara maju macam Amrik dan eropa, skill is number one meanwhile attitude and
personality second event third. Yang penting lo bisa menghasilkan buat
perusahaan, mau galak, judes atau pendiem nggak masalah.
Jadi jangan
heran kalau di kantor suka nemu orang yang nggak produktif bahkan nggak capable tapi tetap di gaji. Bahkan
karyawan yang nggak produktif dan capable
namun luwes bisa dapet promosi.
Sebaliknya kalau kalian pernah kerja di perusahaan asing, sering banget
nemu karyawan yang skillfull tapi attitudenya amburadul, suka mabok, nggak
pernah nyapa, individualisme.
Beda budaya,
beda pula psikotestnya.
Jadi masuk
universitas bergengsi menjamin dapet kerja? Atau menjamin masa depan? Gue
bilang sekarang bukan jamannya seperti itu. HRD udah nggak lihat kamu dari
mana! Prestise universitas negeri bahkan Universitas Indonesia sekalipun sama
sekali nggak berpengaruh, semenjak banyak universitas negeri ternama yang kian
tidak menjadi eklusif dengan banyak menampung mahasiswa non SPMB (jangan bilang
namanya udah berubah?) dengan jalur khusus, kelas favorite atau apalah.
Satu-satunya
harapan adalah ikatan alumni yang biasanya masih fanatic untuk menerima jobseekers dari almamaternya. Contohnya
adalah ITB yang ikatan almamaternya sangat kuat dan sangat berpengaruh, nama
besar ITB masih amat menyilaukan banyak perusahaan untuk merekrut lulusannya.
Semua orang tahu masuk ITB sulit bahkan ikut jalur khususnya yang kudu nyelipin
duit puluhan juta saja bukan jaminan, karena tesnya sama sulitnya dengan SPMB
(masihkah namanya ini?) Sementara universitas lain jalur khususnya cincai
selama mampu menyanggupi, ya masuklah.
Jadi
intinya universitas negeri sudah bukan jaminan kamu bakalan dapet kerja?
Tapi ada satu
yang penting, yakni IPK 3! Bukan apa-apa karena rata-rata lowongan pekerjaan
mencantumkan IPK 3 dan lo bakalan kehilangan banyak kesempatan untuk mencoba
Cuma gegara IPK nggak 3. Tadi gue udah nulis kalau gue punya dua degree yang
satu 3,18 yang satu lagi 2,51. Bayangkan berapa kesempatan loker yang harus gue
lewatkan hanya karena IPK gue Cuma 2,51. Beruntung satu jurusan lagi IPK-nya
3,18 jadinya gue bisa punya banyak kesempatan untuk coba apply sana-sini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Buka IPK, bukan negeri atau swasta, nasib lebih menentukan ... :))
ReplyDeleteYang lebih bener adalah usaha dan kerja kera, yang lebih menentukan.
ReplyDeleteFYI, sekarang namanya SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri), Om. Hahahaha
ReplyDeleteOh, ketahuan dah umurnya berapa
ReplyDeleteKok bisa kuliah di 2 universitas gimana itu??
ReplyDeleteIkut SBMPTN dua kali dan beda tiga tahun tiap jurusan, jadi pas jurusan yang satu udah rada longgar, satu jurusan lagi baru mulai. Bisa dua universitas sebab semuanya ada di satu kota dan nggak begitu jauh, misal kuliah di universitas indonesia satu lagi di UNJ, tinggal modal motor aja.
Delete